KEMITRAAN melalui program Estungkara menyelenggarakan Inklusi Day 2024 dengan tujuan untuk memperkuat hak-hak kewarganegaraan masyarakat adat, khususnya perempuan, anak, dan penyandang disabilitas. Acara ini berlangsung pada 17-22 September 2024 di empat desa di Sumba Timur: Kalamba, Ndapayami, Mbatakapidu, dan Wanggameti, dengan Lembaga Bumi Lestari (LBL) sebagai pelaksana utama.
Program Estungkara bertujuan mendorong kesetaraan gender melalui penguatan ekonomi, peningkatan kapasitas, dan pendidikan kritis bagi perempuan adat. Salah satu fokusnya adalah mendukung pembentukan kelompok wanita tani serta penguatan forum disabilitas untuk meningkatkan kemandirian masyarakat adat dalam pengelolaan sumber daya alam.
Direktur Eksekutif KEMITRAAN, Laode M. Syarif, menyampaikan bahwa Inklusi Day menjadi ajang untuk memamerkan praktik baik dan kisah sukses dari komunitas masyarakat adat. Terutama dalam pengelolaan sumber daya alam yang inklusif dan berkeadilan gender.
“Kegiatan ini merupakan wujud nyata komitmen kita dalam mendukung keberagaman dan inklusivitas di kalangan masyarakat adat,” ujar Drs. Khristofel Praing, Bupati Sumba Timur, yang turut mendukung acara tersebut.
Desa Kalamba, salah satu wilayah penyelenggaraan Inklusi Day, menghadapi berbagai tantangan modernisasi yang mengancam keberlangsungan budaya lokal. Melalui dukungan program Estungkara, masyarakat desa tersebut berhasil memperkuat ekonomi komunitas dan melakukan advokasi untuk hak-hak adat.
Salah satu kader desa Kalamba, Hoki Halemang, mengatakan untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender adalah dengan memberikan pelatihan gender kepada laki-laki yang menjadi kepala keluarga. Menurutnya, pendidikan soal gender tidak bisa diberikan hanya kepada perempuan saja, tetapi laki-laki juga perlu diberikan edukasi yang sama.
“Di desa Kalamba, suami masih menjadi pengambil keputusan yang paling besar. Percuma saja kalau misalnya ibu-ibu diberikan pelatihan kapasitas ekonomi dan gender melalui wadah forum, tapi dia tidak diizinkan oleh suaminya untuk aktif berkegiatan terlalu banyak diluar rumah. Sama saja, perempuan tidak berpartisipasi secara penuh juga,” jelasnya.
Stepanus L. Paranggi, Direktur LBL, menekankan pentingnya Inklusi Day dalam memperkuat posisi masyarakat adat di berbagai aspek kehidupan. Menurutnya, pelaksanaan Inklusi Day sangat relevan sebagai upaya memperkuat suara masyarakat adat dalam menghadapi tantangan sosial, ekonomi, dan budaya.
Dengan tema “Wujudkan Inklusi Sosial di Masyarakat Adat dan Penghayat Marapu Melalui Penguatan Budaya, Pengetahuan Adat, dan Kearifan Lokal”, acara ini menegaskan pentingnya menjaga nilai-nilai luhur di tengah pembangunan, tanpa meninggalkan kelompok marginal.
“Sejak Indonesia merdeka, baru kali ini ada event nasional di desa kami. Ini merupakan penghormatan besar bagi masyarakat adat,” tambah Jhon Kembi, tokoh adat Desa Wanggameti.
Dari acara Inklusi Day 2024 ini, menjadi simbol komitmen bersama dalam mewujudkan inklusi sosial dan kesetaraan hak bagi masyarakat adat. Khususnya perempuan dan kelompok rentan, melalui kekuatan budaya dan kearifan lokal di masyarakat adat Marapu.