Serial Diskusi Perempuan Orang Rimba Tentang Hak Layanan Dasar dan Partisipasi Sosial di Desa Semambu, Jambi

Perempuan Orang Rimba di Desa Semambu tinggal di kawasan hutan yang beririsan dengan areal WCA PT. RLU dimana mereka masih merasakan minimnya akses layanan dan partisipasi dalam perencanaan pembangunan di desa.

Secara tradisional, perempuan dan anak-anak Orang Rimba dilindungi oleh budaya agar tetap tinggal di lingkungannya, sedangkan laki-laki dewasa diperbolehkan bepergian keluar masuk desa. Oleh karena itu setelah hutan terbuka, laki-laki lebih mendapatkan kesempatan untuk memperoleh akses ke sistem umum seperti pelayanan pendidikan, kesehatan, administrasi kependudukan dan akses informasi ke dunia luar.

Perempuan Orang Rimba dalam musyawarah internal, seperti rapat adat tidak selalu aktif berbicara. Namun pada dasarnya mereka menyimak dengan seksama saat musyawarah adat dilaksanakan. Pada prinsipnya perempuan Orang Rimba meskipun tidak bersuara namun mereka memiliki andil dari pendapat-pendapat para suaminya saat musyawarah adat berlangsung di internal mereka.

KKI Warsi mengadakan agenda serial diskusi kritis bagi perempuan Orang Rimba untuk meningkatkan kesadaran hak layanan dasar dan partisipasi sosial di desa serta akses pembangunan yang dilakukan di lokasi Orang Rimba di kelompok (rombong) Hasan di kawasan WCA PT.RLU. Dalam diskusi ini digunakan pendekatan ngobrol santai tentang pentingnya layanan dasar dan manfaatnya, pemutaran film dokumenter tentang partisipasi dan peran perempuan dalam kehidupan sosial politik untuk perjuangan hak-hak perempuan, serta diskusi tanya jawab.

Dalam diskusi, beberapa perempuan Rimba masih malu-malu, namun setelah diputarkan film sebagai pengantar untuk isu peran dan partisipasi perempuan, mereka mulai antusias menyimak dan mulai merespon diskusi dan tanya jawab.
Antusiasme para perempuan Orang Rimba dimulai saat menyimak pemutaran film yang boleh jadi membuat mereka kagum dengan perempuan yang ada di video yang diputar dengan laptop.

Mereka mulai berdiskusi dan tanya jawab yang dipimpin oleh Anggun, fasilitator diskusi. Mereka mengakui bahwa peran perempuan di Orang Rimba memang lebih banyak pada urusan domestik sebagaimana seloko yang disebut oleh Gejek, selaku istri Tumenggung, yakni “Sajang saji masok matah, pelan pegawe tikor bantol gawe betina. Behuma betanom, lauk ikan, keranjang belanjo gawe jenton, menjemput urang, memikul nan panjong, menghidup mematikan begawe bejenton” (yang memasak dan menyajikan makanan, pekerjaan membuat tikar bantal adalah kerja perempuan. Membut ladang, mencari ikan, memenuhi hidup, memikul pekerjaan berat, menghidupkan dan mematikan tugas laki-laki).

Dalam konteks partisipasi pembangunan di Desa Semambu, perempuan Orang Rimba memang belum pernah dilibatkan langsung dalam proses perencanaan pembangunan, namun paska pemutaran film dan berjalannya diskusi, mereka mulai menyadari dan terbuka untuk terlibat dalam musyawarah desa atau kegiatan sosial bersama warga desa pada umumnya sebagaimana yang disebutkan Nyunting Induk Nyulam.

“kamia piado pernah ikut pertemuon di desa, kerno kami piado pernah diundang. Sebilo diundang mungkin kamia bisolah ikut samo suami,” ujarnya. (saya tidak pernah ikut rapat pertemuan di desa, karena saya tidak pernah diundang, jika diundang mungkin bisa ikut bersama suami).

Penjelasan Nyunting tersebut menyiratkan bahwa mereka bersedia ikut partisipasi musyawarah pengambilan keputusan di desa namun masih mensyaratkan perlunya bersama suami dalam partisipasi rapat desa, alasannya belum terbiasa dalam forum-forum rapat di desa yang dicampur laki-laki dan perempuan. Hal ini dikarenakan nilai-nilai budaya yang dijaga Orang Rimba masih memproteksi perempuan Orang Rimba.

Dalam diskusi ini juga berkembang aspirasi perempuan terutama terkait dengan layanan kesehatan, pendidikan anak dan dukungan pemerintah terkait rumah dan akses jalan ke lokasi Orang Rimba. Akses pendidikan dan layanan kesehatan yang diminta Orang Rimba adalah layanan yang dapat dijangkau oleh mereka. Layanan pendidikan diharapkan adanya guru yang mau berkunjung ke lokasi Orang Rimba karena SD yang ada jauh dari lokasi mereka, dan juga anak-anak orang rimba belum dapat beradaptasi dengan warga umum. Mereka masih ada rasa malu dan kurang percaya diri untuk bergabung dengan masyarakat desa pada umumnya karena stigma negatif.

Dengan adanya serial diskusi ini diharapkan dapat membuka cakrawala perempuan Orang Rimba dan meningkatkan kesadaran serta kepercayaan diri untuk lebih terbuka mengakses layanan dan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan di desa.

Penulis :

Haryanto