Perempuan adat, dengan keberagaman budaya yang mereka punya, menjelma menjadi pilar kokoh dalam perjalanan perubahan. Khususnya dalam konteks pemenuhan dan pengakuan hak masyarakat adat. Karena mereka memainkan peran yang tak tergantikan dalam membangun fondasi keadilan dan kesetaraan.
Pentingnya peran perempuan adat tak lepas dari peran mereka dalam melestarikan dan mewariskan nilai-nilai budaya serta tradisi. Sebagai pemegang kunci kearifan lokal, mereka menjadi jembatan hidup antara masa lalu, kini, dan masa depan. Mereka juga melibatkan diri secara aktif dalam mendorong transformasi positif dalam masyarakat adat.
Dalam proses perubahan, perempuan adat memberikan dimensi keberagaman yang mendalam dan memperkaya wawasan akan keberlanjutan hidup bersama. Mereka agen yang aktif berkontribusi dalam merancang masa depan yang lebih adil dan berkeadilan. Mereka membawa nuansa kelembutan, kearifan, dan keseimbangan dalam setiap langkah yang diambil menuju pemenuhan dan pengakuan hak-hak masyarakat adat.
Keberagaman perempuan adat juga memastikan bahwa segala aspek kehidupan, termasuk hak-hak masyarakat adat, dilihat dari berbagai perspektif yang komprehensif. Keterlibatan mereka memastikan bahwa suara perempuan tak lagi diabaikan dalam pengambilan keputusan yang menyangkut kehidupan masyarakat adat. Dengan begitu, hak-hak masyarakat adat bukan lagi domain yang terbatas, melainkan hasil dari kolaborasi antara laki-laki dan perempuan.
Menghormati dan mengakui peran mereka dalam proses perubahan adalah langkah krusial dalam membangun masyarakat adat yang inklusif dan berdaya. Melalui kontribusi mereka, terbentuklah fondasi yang kokoh untuk menghadapi tantangan zaman, sambil tetap melestarikan nilai-nilai luhur yang turun temurun. Mereka bukan hanya menjadi bagian penting, melainkan pilar utama yang mampu mengukir jejak keberlanjutan dan keadilan bagi seluruh masyarakat adat.
Dalam perjalanan serial 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP), kita dihadapkan pada suatu refleksi bersama yang menggugah kesadaran. Hingga kini, perempuan, khususnya perempuan adat, masih terpinggirkan dalam pencarian ruang yang aman bagi mereka. Meskipun momentum perlawanan terhadap kekerasan terus berkembang, perjalanan menuju kesetaraan dan keamanan bagi perempuan masih jauh dari kata selesai.
Serial 16 HAKTP menjadi panggung untuk menggambarkan ketidaksetaraan yang masih melekat erat. Perempuan adat, dengan kekayaan budaya dan warisan luhur yang mereka bawa, seakan tenggelam dalam bayangan ketidaksetaraan gender. Ketidakamanan ini menciptakan dinding yang sulit dilewati, merenggut hak perempuan untuk merasakan ruang yang bebas dari ancaman dan kekerasan.
Peran perempuan dalam pengambilan keputusan dan penyuaraan pendapat masih terperangkap dalam jaringan ketidaksetaraan. Meskipun ada usaha yang terus-menerus untuk memperjuangkan hak-hak perempuan, namun perjalanan ini terasa membutuhkan waktu dan tekad yang kuat. Suara perempuan adat, yang seharusnya menjadi harmoni dalam kerangka pengambilan keputusan, masih sering kali redup dan terabaikan.
Di hari 16 HAKTP ini, KEMITRAAN melalui program Estungkara, mendorong agar mereka dapat berdaya. Tidak hanya secara kapasitas dan kapabilitas, tapi juga secara sosial dan ekonomi. Sepanjang tahun 2023 Estungkara telah menjadi ruang aman. Di mana mereka dapat tumbuh dan berkembang, menjadi bagian yang tak terpisahkan dari perubahan di tengah masyarakat adat.
KEMITRAAN bersama para mitra, melatih kelompok perempuan Etnis China Benteng mengembangkan koperasi mereka. Serta menemukan ide kreatif dalam mengembangkan usahanya.
Kemitraan juga mendorong partisipasi ekonomi perempuan Kasepuhan dalam mengoptimalkan pengelolaan potensi hutan adat. Hal ini berdampak dimana perempuan Kasepuhan dapat mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam dengan cara berkesinambungan.
Ada pula program Estungkara yang mendorong partisipasi Orang Rimba agar memahami peran perempuan dan hak-haknya melalui serial diskusi kritis.
Juga di Mentawai dimana program Estungkara meningkatkan kapasitas perempuan adat Mentawai melalui pelatihan dan pendidikan terkait hak-hak mereka. Ini bertujuan agar menumbuhkan kesadaran kritis masyarakat adat dan kelompok marginal untuk terlibat dalam forum perencanaan pembangunan di desa.
Data yang tersedia mencerminkan betapa Estungkara telah melibatkan diri dalam sejumlah pemberdayaan terhadap perempuan adat selama tahun ini. Program-program yang dirancang khusus untuk meningkatkan kapasitas mereka, memberikan pelatihan keterampilan, dan juga membuka peluang akses pendidikan. Estungkara bukan hanya menawarkan bantuan, melainkan memberikan alat kepada mereka untuk menjadi agen perubahan di tengah masyarakat mereka.
Refleksi atas perjalanan Estungkara selama tahun ini menjadi panggilan bagi kita semua. Ini bukanlah semata-mata tanggung jawab segelintir orang atau mereka yang secara khusus peduli terhadap isu ini. Tapi, ini adalah keresahan bersama yang mengajak setiap individu untuk merenung dan bertindak.
Kita perlu memahami bahwa hak, kesejahteraan, dan keadilan bagi perempuan adat adalah tanggung jawab bersama. Serial ini memanggil kita semua untuk lebih memahami realitas yang dihadapi oleh perempuan, khususnya yang hidup dalam lingkaran budaya adat.
Melalui refleksi ini, kita diingatkan akan pentingnya bersama-sama merangkul perubahan. Juga, mendukung perempuan adat agar dapat mengambil tempat yang pantas dalam struktur keputusan.
Dengan mendukung serta mengakui keberadaan mereka, kita membuka pintu untuk perubahan yang lebih besar. Dimana setiap perempuan adat dapat merasakan ruang yang aman dan setara, jauh dari bayang-bayang ketidaksetaraan dan kekerasan. Inilah momentum bagi kita semua untuk bersama-sama menjadikan mereka sebagai pionir perubahan, mewujudkan masyarakat adat yang inklusif, berdaya, dan berkeadilan.