Oleh: Rakhmat Nur Hakim, KEMITRAAN
Sabtu (19/4/2025) pagi, GOR PGRI di Desa Sindanglaya, Kecamatan Sobang, Kabupaten Lebak, Banten menjadi saksi sejarah bagi orang muda Kasepuhan. Film pertama yang mereka buat akhirnya diputar perdana di sana, disaksikan oleh para tokoh dan masyarakat adat Kasepuhan. Film yang berjudul “Hutan, Mantan, dan Jalan Pulang” itu bercerita tentang dinamika kehidupan masyarakat adat Kasepuhan.
Berbagai dinamika yang dialami masyarakat adat ditunjukkan secara gamblang di film tersebut. Di segmen pertama, alkisah Dayat seorang pemuda Kasepuhan harus memilih untuk pulang ke desanya demi mengurus ayahnya yang sakit sekaligus menjaga keberlangsungan budaya. Sebagai anak laki-laki tertua di sebuah kampung adat Kasepuhan, Dayat harus menggantikan tugas ayahnya mengurus keperluan Imah Gede, rumah adat besar yang menjadi pusat kehidupan kampung, menjelang acara Seren Tahun (pesta adat besar sebagai ungkapan syukur atas panen).
Konflik pun dimulai. Dayat menghadapi dilema karena harus memilih antara menjaga kelangsungan adat atau tetap dekat dengan sang kekasih di kota. Kisah ini menjadi gambaran nyata bagi orang muda di masyarakat adat Kasepuhan.
Perwakilan Forum Konsolidasi dan Advokasi Wilayah Adat Lebak (Kawal) Cecep Sanusi mengatakan film “Hutan, Mantan, dan Jalan Pulang” benar-benar merefleksikan kehidupan masyasrakat adat Kasepuhan. Dilema yang dialami Dayat sedianya juga dialami pemuda masyarakat adat Kasepuhan lainnya. Kata Cecep, banyak pemuda yang dilema karena harus memilih untuk bekerja di kota atau tetap tinggal di desa menjaga keberlangsungan adat dan budaya.
“Ini menunjukkan beberapa persoalan yang dihadapi masyarakat adat Kasepuhan, khususnya orang-orang muda. Mereka banyak yang bertanya-tanya setelah lulus sekolah harus ke mana. Apakah pergi atau bertahan di desa. Ada yang pergi tapi juga ada yang pulang,” ujar Cecep.
Ia berharap film ini bisa menjadi medium advokasi masyarakat adat dalam memperjuangkan haknya seperti hak mendapatkan pendidikan, fasilitas kesehatan, dan penghidupan yang layak. Selain itu, Cecep juga berharap film ini dapat mengedukasi masyarakat terkait problema kehidupan yang dialami masyarakat adat, khususnya masyarakat adat Kasepuhan.
“Semoga film ini juga semakin banyak ditonton semua pihak ke depannya,” ujar Cecep.
Untuk diketahui, film “Hutan, Mantan, dan Jalan Pulang” merupakan hasil workshop yang diadakan KEMITRAAN melalui Program Estungkara. Adapun Forum Kawal yang beranggotakan pemuda dan pemudi masyarakat adat Kasepuhan menjadi workshop.
Oleh karena itu Communication Officer Program Estungkara KEMITRAAN Yael Stefani mengatakan proses pembuatan film ini sekaligus menjadi medium peningkatan kapasitas masyarakat adat, khususnya di bidang seni dan budaya. Lewat film, KEMITRAAN hendak menunjukkan masyarakat adat punya kemampuan di bidang seni dan budaya, khususnya dalam pembuatan film. Ia juga berharap film ini menjadi medium kampanye pengesahan Rancangan Undang-undang (RUU) Masyarakat Adat.
“Kami berharap film ini menjadi batu loncatan untuk meningkatkan public awareness kepada semua orang. Apalagi saat ini KEMITRAAN masuk ke dalam koalisi RUU Masyarakat Adat. Kami harap film ini bisa menjadi media kampanye yang besar,” ujar Yael.