Di desa kalamba terdapat sebuah ritual adat yang disebut hamayang. Sebuah tradisi kuno yang dipercayai membawa berkah dan koneksi spiritual alam. Ritual ini diadakan sebelum panen besar di kebun. Sebagai bentuk ungkapan syukur kepada Tuhan yang maha esa atas berkat yang diberikan. Yakni, berupa hasil kebun yang melimpah.
Sejak nenek moyang pertama, ritual hamayang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat adat di desa ini. Dilaksanakan sekali setiap tahun menjelang panen raya, ritual ini dianggap penting untuk memastikan kelimpahan hasil kebun dan kesejahteraan masyarakat adat.
Sebelum pelaksanaan ritual, persiapan harus dilaksanakan dengan seksama. Persiapan mencakup pemilihan 1 ekor ayam betina dan 2 ekor ayam jantan. Serta penyediaan sirih pinang sebagai simbol kebersamaan dan kesucian pelaksanaan ritual ini. Tokoh adat akan bertindak sebagai juru bicara yang memimpin dan menjelaskan maksud dan tujuan dari setiap langkah ritual.
Tujuan utama dari ritual hamayang adalah untuk menyampaikan rasa syukur kepada Tuhan atas hasil kebun yang diberikan. Meskipun hasil kebun sudah dipastikan, ritual ini tetap dilaksanakan sebagai bentuk penghormatan dan kesadaran akan keterhubungan antara manusia dengan alam. Kegagalan dalam melaksanakan ritual ini dapat berdampak negatif pada hasil kebun yang akan datang. Karena diyakini keberhasilan panen terkait syarat dengan keseimbangan spiritual yang dijaga melalui ritual ini.
Ritual hamayang merupakan bagian penting dan warisan budaya dan spiritual masyarakat adat didesa kalamba. Meskipun tidak semua marga atau kelompok melakukan ritual, kegiatan ini tetap dijaga dan dilestarikan setiap tahun oleh mereka yang memahami nilai dan makna yang terkandung di dalamnya. Melalui dukungan dari Lembaga Bumi Lestari, upaya untuk memotivasi masyarakat adat dalam menjaga merawat tradisi seperti hamayang terus dilakukan.
Hal ini bertujuan untuk menjaga keberlanjutan tradisi ini demi keberlangsungan generasi mendatang. Pada hari pelaksanaan ritual, suasana di sekitar katoda watu, patung batu yang menjadi tempat pelaksanaan ritual, penuh dengan kekhusyukan dan penghormatan. Tiga orang anak bertugas memegang ayam sementara tokoh adat sebagai pembicara memimpin jalannya ritual. Ayam yang telah dipersembahkan kemudian disembelih dan dimakan bersama sebagai simbol penyatuan dan berbagi antara manusia dan alam.
Dalam keseluruhan, ritual hamayang bukan hanya sekedar acara, namun merupakan ekspresi dan keyakinan dan hubungan yang dalam antara manusia dengan alam serta sang pencipta. Dengan mempertahankan dan memperkuat tradisi seperti ini, masyarakat adat desa kalamba tidak hanya menjaga warisan budaya mereka, tetapi juga keseimbangan spiritual dan keterhubungan dengan alam yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan mereka selama berabad-abad.
*Artikel ini ditulis oleh: Erick, Lembaga Bumi Lestari