Pemilu tahun 2024 baru saja dilaksanakan, dan peran perempuan dalam pencalonan untuk merebut kursi legislatif menjadi sorotan. Perempuan menghadapi tantangan kompleks, karena mereka beroperasi di dua dunia sekaligus, yaitu privat dan publik. Dalam upaya memperjuangkan kesetaraan bagi kaumnya, perempuan sering kali harus mengorbankan kehidupan pribadinya.
Mereka harus mengatasi berbagai masalah dan kendala yang muncul ketika hendak terlibat aktif dalam dunia politik. Perempuan sering kali termarginalisasi, dianggap lemah, dan hanya sebagai “pelengkap” dalam dunia politik.
Hasil sementara pemilu untuk calon DPRD kabupaten/kota, khususnya di daerah pemilihan (dapil) 1 Pulang Pisau, menunjukkan bahwa hanya ada tiga perempuan dari sebelas kursi yang diperebutkan. Meskipun demikian, ini merupakan pencapaian signifikan dalam perjuangan perempuan di arena politik.
Mereka memunculkan ide-ide emansipatif yang menegaskan eksistensi perempuan dalam politik. Saat ini, banyak perempuan yang kompeten, cerdas, dan berorientasi masa depan, tanpa melupakan sejarah panjang perjuangan perempuan untuk kesetaraan.
Di Desa Pilang, kelompok wanita tani (KWT) menunjukkan partisipasi aktif dalam pemilihan umum. Semua anggota KWT menggunakan hak pilih mereka untuk memilih calon pemimpin pemerintahan. Namun, beberapa ibu-ibu mengaku golput atau tidak memilih calon DPR RI dan DPRD Provinsi karena tidak mengenal calon-calon yang ada, baik secara pribadi maupun visi dan misinya. Akibatnya, banyak suara tidak sah dalam rekapitulasi suara untuk calon DPR RI dan DPRD Provinsi.
Pada pemilu 14 Februari 2024, lansia dan penyandang disabilitas juga menggunakan hak pilih mereka. Pemerintah desa bekerja sama dengan kelompok panitia pemungutan suara (KPPS) untuk mempermudah aksesibilitas mereka dalam memilih atau menuju tempat pemungutan suara (TPS). KPPS mengunjungi rumah para lansia dan penyandang disabilitas yang tidak mampu pergi ke TPS, membawa atribut dan alat pencoblosan.
KPPS, bersama pengawas TPS dan saksi, menyaksikan pencoblosan dari rumah. Ini merupakan upaya untuk mendorong kesetaraan bagi lansia dan penyandang disabilitas dalam memenuhi hak pilih mereka.
Upaya tersebut tidak terlepas dari peran kader yang menjadi anggota KPPS dan Bawaslu Kecamatan. Hasil dari diskusi formal dan nonformal yang terus menerus dilakukan oleh Yayasan Bhakti Bina Insan (YBBI) bersama dengan pemerintah desa menekankan pentingnya menyediakan akses dan layanan yang mempermudah kelompok lansia dan disabilitas dalam mengakses layanan yang sama sebagai warga negara.
Pak Peri, Ketua Hutan Kemasyarakatan (HKm) Desa Simpur, yang juga menyediakan rumahnya sebagai TPS 2, bercerita tentang partisipasi masyarakat yang meningkat dibandingkan pemilu sebelumnya. Masyarakat dan pemerintah desa lebih menyadari pentingnya keberadaan disabilitas dan lansia dalam menggunakan hak pilih mereka. Pada tahun ini, pemerintah desa dan masyarakat bergotong royong menyediakan layanan pemilu, tidak hanya untuk disabilitas dan lansia, tetapi juga bagi warga yang berhalangan menuju TPS karena sakit atau kendala lainnya.
Pemilu 2024 menyoroti berbagai tantangan dan pencapaian dalam partisipasi politik perempuan dan kelompok rentan seperti lansia dan penyandang disabilitas. Upaya bersama dari pemerintah desa, organisasi masyarakat, dan kelompok pemilih menunjukkan komitmen untuk menciptakan pemilu yang inklusif dan setara. Keberhasilan ini diharapkan menjadi langkah awal menuju demokrasi yang lebih baik dan lebih adil bagi semua warga negara.
*Data lapangan diperoleh dari: Yayasan Betang Borneo Indonesia (YBBI)