Pentingnya Penanganan Kekerasan Seksual di Mentawai

Yayasan Citra Mandiri Mentawai (YCMM) mengadakan podcast dalam rangka Hari Ulang Tahun (HUT) Kepulauan Mentawai ke-24. Sekaligus terlibat dalam acara Festival Pesona Mentawai di Mapaddegat. Acara ini dilaksanakan pada 4-7 Oktober 2023 di SMA Kristen PLUS Setia. Dalam kesempatan ini, YCMM mewawancarai dengan Pekerja Sosial Perlindungan Anak dari Kementerian Sosial dan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Kepulauan Mentawai. Mereka dimintai tanggapannya terkait penanganan kekerasan seksual bagi perempuan dan anak di Mentawai.

Leo Swanri Bago, dari Kementerian Sosial mengatakan, kasus kekerasan seksual pada perempuan dan anak semakin marak terjadi, khususnya di Mentawai. Pelaku notabene adalah orang-orang yang punya hubungan dengan kekuasaan, seperti kepala desa, guru, ustad, pendeta, bahkan keluarga korban sendiri. Berdasarkan data dan informasi tahun 2018, sebanyak enam kasus kekerasan dan pelecehan terhadap anak di Mentawai sudah diputus di pengadilan.

Akan tetapi di tahun 2019, kasus kekerasan seksual meningkat menjadi tujuh kasus. Sementara tahun 2020, naik menjadi dua puluh satu kasus. Di tahun 2021, menurun menjadi lima belas kasus, dan di tahun 2022, naik kembali menjadi delapan belas kasus. Terakhir di tahun 2023 hingga Oktober lalu, tercatat sepuluh kasus. Mirisnya, ada beberapa korban yang akhirnya memilih untuk mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri akibat trauma yang dirasakan.

Leo menambahkan, status sosial dan kurangnya pengetahuan masyarakat tentang hukum, menjadi kendala dalam mengungkap penanganan kekerasan seksual. Ditambah, korban dan keluarga korban tidak memiliki biaya jika dipanggil sebagai saksi dalam persidangan di Pengadilan Tinggi Negeri Padang. Ini dikarenakan akses masyarakat yang berhadapan dengan hukum, menimbulkan biaya yang tidak sedikit.

Kasus kekerasan seksual pada perempuan dan anak menjadi aib tersendiri bagi korban dan keluarga jika dilaporkan ke kepolisian. Ditambah, orang-orang di lingkungan sekitar termasuk kerabat korban, enggan melapor jika mereka mengetahui kasus pelecehan yang terjadi.

“Perlu diketahui, kasus kekerasan dan pelecehan terhadap perempuan dan anak adalah delik umum. Siapa pun yang mengetahui dan melihatnya bisa melapor kepada kepolisian di wilayahnya masing-masing,” jelas Leo.

Sebagai lembaga swadaya masyarakat yang juga berfokus pada perlindungan perempuan dan anak, YCMM melakukan pendataan kelompok marginal (penyandang disabilitas, perempuan, anak, ibu sebagai kepala rumah tangga dan lansia) pada bulan September sampai Oktober 2022 lalu.

Pendataan bertujuan membuat data pilah kelompok-kelompok marginal dari desa Nemnemleleu–sebagai salah satu desa dampingan YCMM–agar peningkatan akses dan layanan dasar bagi kelompok marginal di desa tersebut dapat meningkat.

Sebanyak 411 KK di desa Nemnemleleu, yang diambil hanya 245 KK untuk dijadikan sebagai sampel. Proses pengambilan sampel ini memakai teknik Probability Sampling Purposive. Dimana memberikan peluang kepada anggota populasi yang ditentukan oleh enumerator untuk dipilih menjadi anggota sampel yang disesuaikan dengan tujuan pendataan.

Hasil pendataan menunjukkan, terdapat 38 orang penyandang disabilitas. Terdiri dari 16 orang disabilitas fisik, 10 orang disabilitas netra, 5 orang disabilitas wicara, 1 orang belajar dan 6 orang psikososial.

Dari 245 KK, terdapat 42 KK di mana perempuan sebagai kepala keluarga dan 11 KK di mana laki-laki sebagai kepala keluarga. Sedangkan untuk kelompok lansia diukur dari umur di atas enam puluh tahun sebanyak 87 KK. Terakhir, jumlah penyintas kekerasan seksual pada perempuan dan anak sebanyak 5 orang.

Warga desa menilai bahwa persoalan penyandang disabilitas adalah masalah sosial yang perlu mendapat prioritas pertama untuk diatasi. Melihat sulitnya penyandang disabilitas mengakses layanan pendidikan dan kesehatan serta jaminan sosial.

Oreste Sakerebau, Kepala Dinas Pendidikan Mentawai menanggapi serius terhadap kekerasan seksual pada perempuan dan anak di 134 Sekolah Dasar (SD). Ia juga mengatakan, hampir 75% korban adalah anak di bangku SD. Hal tersebut akan dituangkan dalam Surat Keputusan Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan anak di sekolah.

Penting untuk dilakukan karena sekolah seharusnya dapat memberikan rasa aman dan nyaman kepada seluruh murid serta orang tua murid yang telah menitipkan anaknya di sekolah tersebut. Oreste menambahkan bahwa kebijakan ini akan diimplementasikan mulai tahun 2024 mendatang.

Tarida, Project Manajer Inklusi Sosial YCMM mengatakan, masyarakat beserta seluruh pemangku kepentingan perlu bersinergi untuk mengatasi persoalan kekerasan seksual pada perempuan dan anak dari tingkat desa.

“Melalui pemerintah desa, kita telah melakukan diskusi kritis untuk menyusun protokol aman terhadap perempuan dan anak di tingkat desa. Draf protokol tersebut akan dijadikan sebagai dasar kebijakan pemerintah desa baik melalui Peraturan Desa maupun Surat Keputusan Desa,” jelas Tarida.

Sementara pada tingkatan pemda, perlu ada kebijakan khusus mengatur pencegahan, perlindungan dan penanganan kekerasan seksual pada perempuan dan anak. Dengan demikian, Mentawai dapat minimalisasi jumlah kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak. Serta mewujudkan Mentawai sebagai Kabupaten yang adil gender, tutup Tarida.

Penulis :

Pinda