Peningkatan kapasitas dalam memahami isu Gender, Disabilitas, dan Inklusi Sosial (GEDSI) merupakan langkah penting, Terutama dalam merumuskan kebijakan dan program pembangunan yang inklusif. Pundi Sumatra, melalui program Kemitraan Partnership, telah melaksanakan serangkaian kegiatan peningkatan kapasitas GEDSI di Kabupaten Sarolangun dan Kabupaten Bungo. Tujuannya adalah untuk melibatkan stakeholder kunci dalam proses pembangunan yang lebih inklusif, terutama dalam program pemberdayaan Suku Anak Dalam (SAD).
Di Kabupaten Sarolangun, kegiatan dimulai dengan melibatkan berbagai pihak. Seperti Dinas Sosial, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD), dan Bappeda. Ada juga Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A), Dinas Komunikasi dan Informatika (KOMINFO), serta berbagai elemen masyarakat termasuk perwakilan SAD dari setiap rombong SAD di 3 desa. PLT Kepala Bappeda Kabupaten Sarolangun, Ibu Hj. Maria Susanti, S.E., membuka kegiatan dengan menekankan pentingnya kebijakan inklusif dalam setiap lembaga.
Dalam kegiatan tersebut, materi tentang GEDSI disampaikan oleh praktisi dan akademisi, seperti Bapak Mohamad Adhim dan Wenny Ira. Mereka membahas konsep kesetaraan GEDSI serta manfaatnya dalam pembangunan yang inklusif. Para peserta kemudian terlibat dalam diskusi kelompok untuk mengidentifikasi potensi dan kendala di desa-desa mereka. Dengan tujuan merancang strategi yang sesuai dengan kebutuhan lokal. Hal ini diharapkan dapat menjadi dasar untuk merumuskan rencana aksi yang konkret.
Sementara di Kabupaten Bungo, kegiatan serupa dilaksanakan beberapa minggu setelahnya. Perangkat desa, tokoh masyarakat, bidan desa, perwakilan kecamatan, serta perwakilan komunitas Suku Anak Dalam Dwi Karya Bakti turut ambil bagian. Materi yang disampaikan oleh Bapak Yos Army dan Riya Dharma, yang membahas konsep GEDSI dan implementasinya dalam perencanaan desa. Melalui simulasi perencanaan pembangunan desa, peserta terlibat aktif dalam merancang program-program pembangunan yang mempertimbangkan perspektif GEDSI.
Salah satu poin penting yang terungkap adalah praktik pengarusutamaan GEDSI yang telah diterapkan di Dusun Dwi Karya Bakti. Di sini, pemerintah desa telah secara aktif melibatkan perwakilan masyarakat minoritas dan disabilitas dalam proses musyawarah perencanaan pembangunan desa. Serta menerima usulan yang disampaikan oleh komunitas Suku Anak Dalam.
Kegiatan di kedua kabupaten ini diakhiri dengan sesi refleksi dan evaluasi mendalam. Hal ini untuk mengevaluasi pemahaman peserta serta mengidentifikasi langkah-langkah lanjutan yang perlu dilakukan. Ini menegaskan komitmen untuk mewujudkan pembangunan yang inklusif dengan melibatkan dan mendorong partisipasi semua pihak, termasuk kelompok marginal seperti Suku Anak Dalam. Dengan demikian, peningkatan kapasitas GEDSI di kedua kabupaten ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif dalam merumuskan kebijakan dan program pembangunan yang lebih inklusif dan berkelanjutan.