Pelatihan Pengolahan Gula Semut Bersama Masyarakat Adat Bara dan Kelompok Wanita Tani Pattiro Deceng

Setelah melaksanakan pelatihan gula semut di Dusun Tanete Bulu, perjalanan pelatihan berlanjut ke Dusun Bara. Kelompok Wanita Tani (KWT) Pattiro Deceng pun sudah menunggu.

Kami bertemu dengan Ibu Caya, ketua KWT Pattiro Deceng di rumahnya. Saat itu dia sedang beristirahat di paladang rumahnya, usai pulang dari massangki (memotong padi).

Kami ingatkan kembali Ibu Caya, soal hari pelaksanaan pelatihan gula semut untuk Kelompok Wanita Tani Pattiro Deceng yang akan dilaksanakan keesokan harinya, yaitu 21 Mei 2023.

Ibu Caya tersenyum, “Kami sudah menunggu lama,” kata Ibu Caya. “Syukur kalau besok, acara pelatihannya sudah bisa diadakan,” lanjut Ibu Caya.

Pada keesokan harinya, pagi yang masih membeku, kami kembali bertemu dengan Ibu Caya di warung. Pada saat itu, Ibu Caya sibuk mempersiapkan konsumsi untuk acara pelatihan. Ibu Caya juga bilang, kalau anggota KWT sudah siap hadir dan mereka sangat bersemangat. Kami senang sekali mendengarnya.

Pada jam dua siang, acara pelatihan dimulai. Ibu Caya menyambut kami di rumah Ibu Darma, Sekretaris KWT dengan senyumannya yang manis. Sambil membantu Ibu Caya mempersiapkan sajian untuk para tamu, kami melihat para ibu berdatangan satu-persatu.

Mereka, 20 orang ibu-ibu berkumpul di teras rumah Ibu Darma. Setelah para anggota berkumpul, Ibu Caya mengarahkan mereka menuju ke belakang rumah Ibu Darma, seratus meter menuju dapur pemasakan gula merah milik Dg Basoni.

Di dapur pemasakan gula merah, Ibu Caya menuangkan lima liter larutan nira yang berada dalam jerigen, tergantung di tiang dapur, ke atas wajan. Tiga ibu lainnya, memantik api dan memasukkan kayu bakar.

Sambil menunggu larutan nira mendidih dan menua, diskusi pelatihan gula semut lalu dilaksanakan. Narasumber pelatihan menjelaskan persoalan gula semut, gula semut yang berkualitas, harga pokok produksi gula semut, dan perkembangan produksi gula semut di pasaran. Para anggota KWT yang tidak memiliki pengalaman mengolah gula semut, sangat antusias menunggu hasil dari pelatihannya.

Tiga jam kemudian, air nira dengan api besar mulai meletup-letup di atas wajan. Air nira sudah tua dan kecokelatan, dan serbuk kemiri dituangkan ke atas wajan. Tidak lama kemudian, para ibu menurunkan wajan dari balombong dan mulai mengaduk. Mereka mengaduk gula semut, bergiliran. Ketika gula semut mulai mengkristal, para ibu berkata, “Oh, ini, ya, yang dikatakan sebagai gula semut, cantiknya.”

Penulis :

Ma'ruf Nurhalis