Pengadilan Negeri Padang akhirnya mengeluarkan Amar Putusan Nomor 547/Pid.Sus/2023/PN Pdg atas persidangan kasus pelaku kekerasan seksual terhadap korban S pada 11 Oktober 2023. Dalam Amar putusan tersebut, hakim menyatakan bahwa keempat orang terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana. “Melakukan ancaman kekerasan terhadap anak untuk membiarkan dilakukan perbuatan cabul secara bersama-sama,” ujar Sayed Kadhimsyah, Hakim Ketua Pengadilan Negeri Padang.
Hakim menjatuhkan hukuman pidana kepada para terdakwa dengan pidana penjara masing-masing selama 5 (lima) tahun dan denda sejumlah Rp. 800 juta subsider dua bulan pidana kurungan. Hakim pun membebankan biaya perkara sebesar Rp. 2.000 kepada para terdakwa. Putusan hakim ini dinilai lebih rendah dari tuntutan jaksa yang dibacakan pada tanggal 27 September 2023 lalu. Jaksa Penuntut Umum menuntut terdakwa dengan inisial IS dan terdakwa dengan inisial M masing-masing 6 tahun kurungan penjara. Sedangkan terdakwa dengan inisial A dan terdakwa dengan inisial S dengan pidana masing-masing 8 tahun kurungan penjara. Jaksa pun menuntut para terdakwa membayar denda sebesar Rp. 800 juta rupiah subsider 3 bulan kurungan.
Atas putusan hakim ini, ayah korban mengaku lega dan ikhlas. Karena mempercayakan proses hukum sepenuhnya kepada kuasa hukum, jaksa, dan hakim. Dirinya meyakini keputusan hakim ini adalah keputusan terbaik dan sudah mempertimbangkan seluruh aspek hukum. Ayah korban merasa sangat terharu. Dengan segala keterbatasan pengetahuan dan akses, dirinya dapat memperjuangkan keadilan bagi putrinya hingga ke pengadilan. Sehingga para pelaku dapat dikenai sanksi yang sesuai.
Ayah korban mengaku, selama ini dirinya mengetahui bahwa pelaku kekerasan seksual di daerahnya hanya dikenai sanksi adat. Meskipun ada upaya laporan ke kepolisian. Dirinya pun menyampaikan rasa terima kasih kepada koalisi advokasi hukum dan semua pihak yang telah membantu advokasi kasus ini. Ayah korban berharap dengan putusan ini dapat membuka mata dan hati para pelaku kekerasan seksual khususnya di Mentawai. Bahwa hukum negara juga berlaku bagi pelaku kekerasan seksual. Pun berharap, setiap komunitas agar lebih berani bersuara dan berjuang untuk korban kekerasan seksual. Sehingga tidak hanya mengandalkan hukum adat saja.
Leo Bago S, pekerja sosial UPTD PPA Kepulauan Mentawai, menanggapi bahwa hakim telah menjatuhkan hukuman minimal. Walau demikian, putusan hakim ini tetap harus dihormati. “Jika pihak korban dan keluarga belum puas atas vonis ini maka kami tetap bersedia membantu advokasi untuk naik banding,” ujarnya.
Tanggapan berbeda disampaikan oleh Meri, Direktur Nurani Perempuan WCC yang menilai vonis hakim termasuk rendah. Ia menilai perspektif dari aparat penegak hukum masih sangat lemah dalam penanganan kasus kekerasan seksual. Hal ini menjadi salah satu tantangan besar dalam kerja advokasi kekerasan seksual. Namun LBH Padang dan YCMM, koalisi tetap menghormati putusan hakim dan pendapat keluarga korban S atas vonis hakim ini. “Poin pentingnya adalah proses penegakan hukum telah berjalan. Fokus selanjutnya adalah melanjutkan advokasi pemulihan psiko-sosial bagi korban S,” tegasnya.