Mendorong Kebijakan Inklusif: Perjalanan Penyusunan Perdes Partisipatif bagi Kelompok Rentan

Oleh: Haryanto, KKI Warsi

Di tengah geliat pembangunan yang terus tumbuh, tiga desa di Kecamatan Pamenang—Desa Rejosari, Desa Pelakar Jaya, dan Desa Pauh Menang—menunjukkan langkah nyata menuju tata kelola desa yang inklusif. Melalui pendampingan Program Estungkara yang dilaksanakan oleh KKI WARSI, ketiga desa tersebut merintis penyusunan Rancangan Peraturan Desa (Ranperdes) yang secara khusus mengakomodasi partisipasi kelompok rentan dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan desa.

Kelompok rentan seperti perempuan miskin, penyandang disabilitas, lansia, hingga masyarakat adat seperti Orang Rimba, selama ini kerap kali terpinggirkan dari proses pengambilan keputusan di tingkat desa. Minimnya ruang partisipatif menyebabkan kebutuhan dan aspirasi mereka jarang terdengar, apalagi diprioritaskan dalam kebijakan pembangunan. Menyadari hal ini, Program Estungkara hadir untuk mendorong terciptanya kebijakan yang adil dan inklusif di tingkat desa.

Perubahan tidak terjadi secara instan. Di desa-desa dampingan Estungkara, proses menuju inklusivitas dimulai dari membangun kesadaran serta memperkuat kapasitas aparatur desa. Serangkaian pelatihan dan pendampingan pun dilakukan, dengan tujuan membekali pemerintah desa agar mampu menyusun regulasi yang tidak hanya bersifat administratif, tetapi juga mencerminkan aspirasi dari seluruh lapisan masyarakat.

Pendekatan ini bukan sekadar formalitas. Ia merupakan langkah strategis untuk memastikan bahwa suara kelompok rentan—yang selama ini berada di pinggiran—dapat turut menentukan arah pembangunan desa. Hasilnya, dari enam desa yang mengikuti pelatihan, tiga desa langsung menindaklanjuti dengan menyusun draf Ranperdes tentang partisipasi kelompok rentan. Ketiganya adalah Desa Pauh Menang, Pelakar Jaya, dan Rejosari.

Komitmen tersebut kemudian ditindaklanjuti melalui proses penyusunan draf Ranperdes yang difasilitasi oleh KKI WARSI, hingga pada tahap pelaksanaan konsultasi publik. Forum ini menjadi ruang penting bagi kelompok rentan untuk menyampaikan langsung pengalaman, tantangan, dan kebutuhan mereka kepada pemerintah desa dan tokoh masyarakat.

Dalam diskusi yang berlangsung, perempuan miskin berbagi cerita tentang sulitnya mengakses program pemberdayaan. Penyandang disabilitas menyuarakan hambatan yang mereka hadapi dalam mengakses infrastruktur desa. Sementara itu, masyarakat adat Orang Rimba mengungkapkan bagaimana hak-hak mereka kerap kali diabaikan dalam kebijakan pembangunan. Semua masukan ini menjadi bahan utama dalam menyempurnakan draf Perdes agar benar-benar berpihak pada mereka yang paling membutuhkan.

Penyusunan Ranperdes partisipasi kelompok rentan oleh Desa Rejosari, Pelakar Jaya, dan Pauh Menang merupakan tonggak awal menuju perubahan yang lebih besar. Dokumen ini tidak hanya menjadi payung hukum, tetapi juga simbol komitmen desa dalam membangun tata kelola yang adil dan berkeadilan sosial.

Dengan adanya Perdes ini, kelompok rentan kini memiliki legitimasi dan ruang yang lebih jelas untuk terlibat dalam proses pembangunan. Bagi masyarakat adat seperti Orang Rimba, ini berarti mereka tidak lagi hanya menjadi objek dari pembangunan, tetapi menjadi subjek aktif yang menentukan arah masa depan komunitasnya.

Transformasi ini juga diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi desa-desa lain untuk mengadopsi pendekatan serupa. Kolaborasi antara pemerintah desa, tokoh masyarakat, dan kelompok rentan terbukti tidak hanya memperkuat efektivitas program, tetapi juga membangun rasa kebersamaan dan memperdalam makna keadilan sosial dalam kehidupan bermasyarakat.

Perjalanan menuju desa yang inklusif tentu masih panjang. Diperlukan sinergi berkelanjutan antara pemerintah desa, masyarakat, dan mitra pendamping agar Perdes ini tidak berhenti pada tataran dokumen, melainkan benar-benar dijalankan dalam praktik pembangunan sehari-hari.

Namun satu hal yang pasti: perubahan telah dimulai. Ketika semua suara didengar dan diakomodasi, maka pembangunan desa tidak hanya menjadi lebih adil, tetapi juga lebih bermakna—bagi semua, tanpa terkecuali.

Penulis :