Kisah Pak Maman: Perjuangan Petani di Tengah Perubahan Iklim

Di Dusun Baru, tepat di ujung jalan beton Desa Bontomanurung, tinggallah seorang petani bernama Pak Maman. Dia adalah kepala keluarga dan ayah dari dua anak yang masih bersekolah di Sekolah Menengah Pertama. Beliau, pria bertubuh kurus yang kerap disapa Dg Sore, adalah sosok petani yang gigih dan penuh semangat. Terutama dalam mengelola lahan pertaniannya di tengah perubahan iklim yang melanda desa.

Perubahan iklim dengan suhu ekstrem, angin kencang, dan curah hujan yang tidak menentu berdampak langsung pada kehidupan para petani di Desa Bontomanurung. Musim panen jagung pada bulan April lalu menjadi saksi betapa beratnya tantangan ini. Di mana banyak petani mengalami kerugian akibat kualitas jagung yang menurun. Suhu panas berkepanjangan merusak tanaman, mengakibatkan hasil panen yang jauh dari harapan.

Namun, di tengah perubahan iklim yang semakin terasa, Pak Maman bertekad untuk mewujudkan mimpi besarnya: mandiri dan meningkatkan harga diri petani. Dia ingin agar para petani bisa hidup sejahtera dan meningkatkan perekonomian keluarga mereka melalui benih dan bibit yang mereka tanam dan usahakan di ladang.

Sejak kecil, Pak Maman belajar dari orang tuanya tentang betapa pentingnya tanah dan pertanian bagi kehidupan masyarakat adat. “Tanah adalah nenek moyang kita, tanpa tanah kita bukan siapa-siapa,” begitu kata Pak Maman. Meskipun tidak mengenyam pendidikan formal, Pak Maman adalah pembelajar yang gigih. Dia menyerap nilai-nilai pertanian dari orang tuanya. Memahami bahwa meskipun ilmu yang dia dapat terbatas, tanah tetap merupakan sumber kehidupan yang harus dijaga.

Saat ini, Pak Maman menjabat sebagai ketua Kelompok Hutan Kemasyarakatan (HKM) Dusun Baru, Desa Bontomanurung. Dia menyadari bahwa tidak semua petani di desa memiliki pandangan yang sama dengannya. Selama tahun 2024, banyak petani tergoda investasi bodong yang menjanjikan kekayaan cepat tanpa usaha keras. Pak Maman berusaha memberikan nasihat dan peringatan tentang bahaya investasi tersebut. Tetapi beberapa petani tetap terperdaya, mengorbankan aset-aset pertanian mereka demi keuntungan yang fiktif.

tergoda oleh janji-janji kosong, Pak Maman tetap setia dengan pendapatan yang dia diperoleh dari inovasinya dalam bertani. Secara otodidak, dia mempelajari proses menanam melalui video YouTube. Menguasai pengetahuan baru tentang tanaman pokok seperti padi dan jagung, serta tumbuhan unggul seperti durian, alpukat, nangka, dan coklat. Pak Maman yakin bahwa harga diri petani berasal dari tanah dan ladangnya sendiri.

Terinspirasi dari kegigihan Pak Maman, Tim Program Estungkara-SCF sejak bulan Februari 2024 mendorong program Sekolah Lapang. Program ini merupakan inisiatif bersama SCF dan masyarakat adat untuk melaksanakan metode agrosilvopastura, yakni metode penanaman yang mengintegrasikan hasil peternakan, hasil hutan, dan pertanian. Metode ini diharapkan dapat membantu para petani beradaptasi di tengah perubahan iklim dan fluktuasi harga komoditi pertanian.

Pada pertemuan pertama Sekolah Lapang, Pak Maman merasa mendapat pengetahuan dan kebiasaan baru. “Saya sering mendengar bahwa kotoran sapi bisa menjadi pupuk. Tetapi baru di Sekolah Lapang ini saya bisa menyaksikan langsung bagaimana kotoran sapi diolah menjadi pupuk organik,” katanya. Praktik pembuatan pupuk organik dengan memanfaatkan mikroorganisme lokal menjadi materi ajar yang bermanfaat bagi semua peserta.

Program Sekolah Lapang, yang didanai oleh Estungkara-Kemitraan Indonesia, menjadi ruang belajar bagi para petani. Mereka tidak hanya menerima materi teoritis, tetapi juga melaksanakan praktik lapangan di lahan demplot. Program ini diharapkan dapat meningkatkan kapasitas usaha pertanian para petani dengan memanfaatkan bahan-bahan organik. Selain itu, Sekolah Lapang juga menginisiasi adaptasi masyarakat adat di tengah perubahan iklim.

Pak Maman, dengan semangat dan dedikasinya, menjadi inspirasi bagi petani lainnya. Di tengah tantangan dan kesulitan, dia tetap percaya bahwa kunci keberhasilan adalah kerja keras, inovasi, dan ketekunan. Melalui program Sekolah Lapang, dia berharap dapat mewujudkan impiannya: meningkatkan kesejahteraan petani dan menjaga harga diri mereka melalui hasil dari tanah yang mereka cintai.

Penulis :

Ma'ruf Nurhalis