Oleh: Ferdi, Lembaga Bumi Lestari
KEMITRAAN Bersama Lembaga Bumi Lestari (LBL) melalui program ESTUNGKARA yang didukung oleh INKLUSI terus berupaya memperjuangkan kebijakan pengakuan hak masyarakat adat di Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur. Upaya itu ditandai dengan dilangsungkannya workshop pembentukan tim kerja dalam rangka mendorong kebijakan pengakuan masyarakat adat di Sumba Timur.
Kegiatan ini berlangsung di Hotel Cendana II, Waingapu, Sumba Timur. Adapun tujuan dari kegiatan ini untuk membangun pemahaman bersama stakeholder seperti Pemerintah Kabupaten Sumba Timur, DPRD Sumba Timur, dan non-government organization (NGO) di Sumba Timur. Lewat kegiatan ini diharapkan dapat menghasilkan beberapa rekomendasi atau usulan konkrit yang menjadi acuan pemerintah daerah terkait pengakuan masyarakat adat.
Acara ini juga dihadiri oleh perwalikan Pemerintah Kabupaten Sumba Timur Adi Pandarangga,Direktur Aman Sumba sekaligus Dosen Fakultas Perguruan Tinggi Universitas Kristen Wira Wacana (Unkriswina) Umbu Pajaru Lombu, sertaPerwakilan NGO yakni dari Yayasan Koppesda Sumba Tryawan Umbu Mehakati.
Direktur LBL Stef Landu Paranggi dalam sambutannya mengatakan kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari rekomondasi masyarakat adat saat dialog dengan calon kepala daerah pada November tahun 2024. Untuk menindaklanjuti hasil dari kegiatan dialog tersebut, LBL berdialog dengan pemerintah daerah, DPRD Sumba timur, NGO Sumba Timur, dan universitas di Sumba Timur.
“Di kegiatan ini kita mengacu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 52 Tahun 2014 tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat. Dari dasar itu maka dipandang perlu untuk melakukan pembentukan tim kerja di tingkat kabupeten untuk mengakui hak-hak Masyarakat Adat,” ujar dia.
Sementara itu Anggota DPRD Sumba Timur Umbu Tamu Ridi yang hadir dalam acara tersebut berjanji akan mengawal kebijakan pengakuan hak masyarakat adat. Ia mengatakan telah terlibat dalam upaya memperjuangkan hak masyarakat adat di Sumba Timur sebelum duduk di kursi parlemen.
“Sekarang saya sudah duduk menjadi wakil rakyat di Kabupaten Sumba Timur. Saya akan mengawal dan bersama-sama berporoses dengan teman-teman NGO yang sedang memperjuangkakan hak-hak masyarakat adat yang ada di Kabupaten Sumba Timur,” ujar dia.
Adapun perwakilan masyarakat adat Desa Mbatakapidu yang hadir berterima kasih dengan diadakannya kegiatan ini. Ia mengatakan hingga sekarang masyarakat Desa Mbatakapidu belum bisa menikmati berbagai fasilitas publik seperti jaringan listrik dan internet. Padahal layanan tersebut sangat dibutuhkan. Ia mengatakan sejak dulu para pejabat hanya berjanji untuk menyediakan layanan listrik dan internet namun realisasinya tidak ada.
“Kami sebagai masyarakat adat Desa Mbatakapidu sangat berterima kasih kepada Bumi Lestari yang telah memfasilitasi kegiatan ini dan memperjuangkan apa yang menjadi hak kami sebagai masyarakat sipil, terutama Desa Mbatakapidu dan desa lainnya yang menjadi desa dampingan LBL,” ujar dia.
Adapun hasil dari kegiatan ini di antaranya ialah Pemerintah Daerah dan DPRD Kabupaten Sumba Timur mendukung pembentukan tim sekaligus bersepakat menyusun peraturan daerah tentang pengakuan masyarakat adat.
Kemudian, Dinas Lingkungan Hidup Sumba Timur juga sepakat untuk menyiapkan dana pembentukan tim kerja dalam rangka registrasi hak masyarakat adat sebagai acuan mendorong terbentuknya peraturan daerah tentang pengakuan masyarakat adat.
Selanjutnya, tim advokasi yang terdiri dari LBL, SID, Koppesda, Yayasan Pelita, Sopan Sumba, Aman Sumba, dan UNKRISWINA akan menyiapkan draf peraturan bupati tentang pengakuan masyarakat adat.