Korban N, seorang ibu kepala rumah tangga penyandang disabilitas mental di desa Beriulou, bercerai dengan suaminya Jhon Sulaiman pada tahun 2018. Perceraian terjadi dikarenakan korban N mendapatkan kekerasan seksual oleh seorang yang tidak dikenal saat pulang kerja dari ladang menuju rumah sekitar jam 7 malam. Upaya N meyakinkan suaminya bahwa dirinya mendapatkan pelecehan seksual, pupus karena tidak ada sorang pun saksi yang mengetahui dan melihat kejadian yang dialami N. Bahkan hingga saat ini, pelaku tidak diketahui.
Sejak kejadian tersebut, kehidupan rumah tangga mereka pun mulai berubah. Jhon Sulaiman sering tidak pulang kerumah, kalaupun pulang kerumah, tidak ada komunikasi yang dibangun diantara mereka. Jhon mulai meninggalkan tanggung jawabnya untuk menafkahi N dan kedua anaknya, Umar dan Nursinta. Dimata N, dulunya Jhon merupakan sosok laki-laki yang sangat baik. Berapa pun hasil pendapatan dari pekerjaan hariannya selalu disisihkan untuk kebutuhan belanja dapur. “Aku merasakan perubahan itu nyata terjadi dalam kehidupan kami,” tambah N.
Jhon hanya bekerja serabutan pada proyek-proyek pembangunan fisik milik pemerintah. Ia kadang menjadi buruh pengangkut material bangunan. Jika tidak ada proyek pembangunan baik dari perusahaan swasta atau pemerintah, ia biasanya bekerja mencari ikan di laut. “Apa yang bisa ia kerjakan hari ini untuk kehidupan istri dan anaknya selalu ia tekuni,“ jelas N.
Situasi dan keadaan keluarga N pun semakin memburuk. Jhon tidak pernah kembali lagi ke rumah. Jhon Sulaiman begitu saja meninggalkan N dan kedua anaknya. N kerap kali mendapatkan kekerasan verbal dan sering diperlakukan tidak sopan oleh warga tempat ia tinggal. Stigma sebagai korban kekerasan seksual dan kondisi disabilitas yang dialaminya membuat orang-orang semakin mengucilkan N dan kedua anaknya.
Akhirnya, awal tahun 2021, N pun membawa kedua anaknya untuk pindah dari desa mereka tinggal ke dusun Sagitsi, desa Nemnemleleu. Mereka menempati rumah salah seorang warga desa Nemnemleleu yang sudah lama tidak ditempati oleh pemiliknya. Pemilik rumah memberikan hak pakai kepada N dan anak-anaknya untuk menjadi tempat tinggal mereka.
N bekerja serabutan di ladang dan sawah milik orang lain untuk menafkahi kedua anaknya. Pekerjaan tersebut dilakukan karena N tidak memilliki lahan milik pribadi untuk diolah. Sementara Nursinta, anak pertamanya, yang juga mengalami kondisi disabilitas yang sama seperti ibunya, ikut membantu N di ladang. Nursinta tidak pernah sekolah karena ketidakmampuan orang tuanya membiayai uang sekolah N.
Pada awal tahun 2022, N kembali mendapatkan kekerasan seksual. Dirinya diperkosa oleh dua orang pelaku. Ia disekap dari belakang saat hendak masuk ke kamar untuk mengganti pakaian usai mandi, sekitar setengah delapan malam. Setelah kejadian, N melapor kasus ini ke kepala dusun Sagitsi Barat, Parsarion.
Parsarion pun memberikan respon yang cepat dengan mencari tahu dan memanggil kedua terduga pelaku serta keluarganya. Dengan musyawarah kekeluargaan dengan beberapa warga dan tokoh adat, pelaku pun hanya didenda sebesar 1 juta rupiah.
Parsarion menilai, keputusan tersebut sesungguhnya kurang adil. Dirinya mengaku bahwa tidak ingin melanjutkan kasus tersebut ke jalur hukum dikarenakan N lebih banyak termenung dan berdiam diri di rumahnya pasca kejadian tersebut.
Keterbatasan yang dialami N menjadi kendala tersendiri untuk mengadvokasi kasusnya ke jalur hukum. YCMM pun hanya bisa memberikan motivasi kepada N melalui kunjungan ke rumahnya bersama warga.
“YCMM belum bisa berbuat untuk mendatangkan seorang psikolog untuk memantau perkembangan N. Jika mau mendatangkan Psikolog, tentunya harus didatangkan dari Padang, belum tentu kita memiliki sumber daya untuk menghadirkannya. Itu menjadi kendala yang kita hadapi, ” kata Tarida Project Manager Estungkara YCMM.
Sudah Jatuh Tertimpa Tangga Pula
Tidak cukup sampai disitu, Nirmawati, salah satu kader inklusi YCMM melaporkan bahwa Umar anak kedua N yang juga merupakan penyandang disabilitas mental, sering mendapatkan perlakuan tidak baik dari kakak kelasnya di luar sekolah. Umar yang saat ini duduk di bangku kelas dua di SD Negeri 02 Nemnemleleu, Kecamatan Sipora Selatan, sering dipukul dan diancam oleh teman-teman sekolahnya saat hendak pulang sekolah.
YCMM melakukan diskusi dengan kepala sekolah dan wali kelas Umar. Bilfesian Saogo, Kepala Sekolah SD Negeri 02 Nemnemleleu mengaku dirinya tidak tahu menahu kejadian kekerasan yang menimpa Umar. Akan tetapi beliau menegaskan akan mengusut tuntas kasus ini.
Persoalan Umar tidak selesai sampai disitu. Umar teryata tidak terdaftar dalam Data Pokok Pendidikan (Dapodik), karena Umar tidak memiliki Nomor Induk Keluarga (NIK) dan belum terdaftar di anggota Kartu Keluarga (KK) N.
Kurangnya pemahaman dan sosialisasi pemerintah, jarak yang sangat jauh dari desa ke pusat administrasi serta biaya yang mahal, menjadi alasannya. “Meski demikian Umar tetap diterima belajar dan kami didik dengan kemampuan yang kami miliki,” ujar Bilfesian.
Sejak pertemuan tersebut, pihak sekolah, pemerintah desa dan YCMM sepakat untuk membantu mengurus Administrasi Kependudukan (Adminduk) N dan kedua anaknya. YCMM pun melakukan koordinasi intens dengan Kabid Pelayanan Pendaftaran Penduduk Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Kepulauan Mentawai, Arnold Saragih. “Ternyata KK N telah lama dinonaktifkan,” kata Arnold.
YCMM akhirnya meminta agar KK N diaktifkan kembali dan menambahkan Umar dalam anggota KK serta menerbitkan Akte Lahir Umar. Hingga pada 17 Mei 2023 lalu, Dinas Dukcapil Mentawai menyerahkan KK baru kepada N beserta Akte Lahir Umar.
Atas dasar kerja sama dengan seluruh jaringan, kini Umar sudah terdaftar di Dapodik dan sudah diusulkan kepada pemerintah pusat melalui Kementerian Pendidikan untuk mendapatkan Program Indonesia Pintar (PIP). Bahkan N juga mendapatkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dari Pemerintah Desa Nemnemlelu melalui Dana Desa sebesar 300 ribu dan diterima sekali dalam tiga bulan.
Eti Kurniawati, tetangga N mengatakan sejak YCMM bersama Nirmawati melakukan kunjungan keluarga ke rumah N, membuat dirinya tergerak untuk semakin peduli kepada N dan anak-anaknya. Eti sering memotivasi Umar untuk rajin pergi sekolah. “Bahkan kepala sekolahnya sering menjemput Umar ke rumahnya untuk sama-sama pergi sekolah dengan sepeda motor. Kepala sekolahnya juga memangkas rambut Umar dan membeli satu pasang pakaian sekolah untuk Umar,” jelas Eti.
Perhatian yang diberikan kepala sekolah dan tetangga N kepada Umar, membuat warga di desa Nemneleleu perlahan mulai berubah. Warga dan pemuda setempat sudah mulai melakukan pengawasan kepada Umar saat pulang sekolah agar tidak mendapatkan kekerasan dari teman atau kakak kelasnya.
Kini Umar sudah mulai merasa aman bermain dengan teman-teman sebayanya di sekitaran komplek rumah kepala sekolah dan lingkungan tempat ia tinggal. Keberadaan mereka semakin diperhatikan oleh pemerintah desa melalui program pemberdayaan dan bantuan pemerintah desa. Sementara Nursinta, dua bulan setelah menikah, ia meninggal Juli 2023 diusia 20 tahun karena mangalami serangan jantung.
Ketua YCMM, Rifai menilai bahwa persoalan penyandang disabilitas, kekerasan seksual pada perempuan dan anak, lansia adalah masalah sosial yang perlu mendapat prioritas untuk diatasi. Mereka adalah kelompok marginal yang masih minim memiliki kapasitas untuk memperjuangkan hak-hak dasar mereka.
Mereka juga jarang dilibatkan dalam proses penyusunan perencanaan di tingkat desa. “Walaupun mereka diundang namun belum tentu aspirasi mereka dapat akomodasi dalam program dan anggaran di desa,” jelas Rifai.
YCMM saat ini membangun jaringan kemitraan dengan pemerintah desa dan pemerintah kabupaten agar kelompok marginal di tiga desa dampingan YCMM mampu memahami kebutuhan dan menjadi prioritas. Ke depan YCMM berharap mereka menjadi kader yang mandiri, sehingga dapat mengatasi persoalan kekerasan seksual di kelompok di desa masing-masing.