Di pedalaman Kabupaten Pulang Pisau, terdapat sebuah desa yang bernama Desa Simpur. Dengan luas wilayah sekitar 4 kilometer persegi, desa ini menjadi rumah bagi 145 kepala keluarga atau sekitar 500 jiwa. Terletak di pinggiran Sungai Kahayan, Desa Simpur memiliki karakteristik yang unik dengan mayoritas penduduknya berasal dari suku Dayak Ngaju, sekitar 95 persen dari total populasi.
Namun, keunikan tersebut juga diiringi dengan tantangan yang kompleks. Salah satunya adalah ketiadaan aliran listrik yang telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat desa selama bertahun-tahun. Dampaknya sangat terasa, terutama dalam hal pendidikan, pelayanan kesehatan, dan aktivitas ekonomi.
Anak-anak sekolah terpaksa harus belajar dengan kondisi minim cahaya, mengandalkan lampu minyak atau senter yang seringkali tidak mencukupi. Hal ini membuat proses pembelajaran menjadi terhambat dan tidak efektif, mengurangi potensi pendidikan mereka. Bahkan, untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang SMP dan SMA, mereka harus menempuh perjalanan jauh ke kecamatan terdekat, membutuhkan transportasi darat yang tidak tersedia di desa mereka.
Keterbatasan aksesibilitas ini juga memengaruhi pelayanan kesehatan. Desa hanya memiliki satu tenaga medis yang terkadang kesulitan dalam menangani kasus-kasus darurat karena keterbatasan fasilitas, terutama yang terkait dengan aliran listrik. Terlambatnya respons dalam penanganan kasus medis menjadi risiko yang harus dihadapi oleh penduduk Desa Simpur.
Upaya telah dilakukan oleh pemerintah desa untuk mengatasi masalah ini. Pada tahun 2016, mereka mengusulkan penggunaan listrik tenaga surya dengan kapasitas 18.000 kWh. Meskipun proyek tersebut berhasil beroperasi selama beberapa tahun, namun kini mengalami kendala teknis yang tidak dapat diatasi oleh masyarakat setempat. Permintaan bantuan kepada instansi terkait pun tidak membuahkan hasil, dengan alasan kuantitas populasi yang tidak memenuhi standar kuota yang ditetapkan.
Selain itu, kendala dalam transportasi darat juga menjadi hambatan serius bagi pengembangan infrastruktur listrik di Desa Simpur. Meskipun terdapat usulan untuk peningkatan jalan ke kecamatan, namun hingga kini hal tersebut belum terealisasi dengan baik.
Kondisi kesehatan masyarakat juga terancam akibat kualitas air yang buruk. Meskipun sebagian warga menggunakan sumur bor atau sumur gali, sebagian besar mendapatkan pasokan air dari Sungai Kahayan. Aktivitas pertambangan di sekitar sungai telah mengotori airnya, memaksa penduduk untuk menggunakan tawas untuk menyaring air, agar bersih.
Dalam menjalani kehidupan sehari-hari, masyarakat Desa Simpur pun hanya mengandalkan panel surya sebagai sumber listrik alternatif. Namun, panel surya yang terbatas dan kurang efisien menyebabkan mereka hanya memiliki pasokan listrik yang terbatas selama beberapa jam saja.
Dalam menghadapi tantangan ini, kepala desa simpur, Ager, bersama masyarakatnya telah melakukan berbagai upaya. Mereka terus mengusulkan pembangunan infrastruktur yang memadai dan mendesak pemerintah untuk memberikan perhatian lebih dalam menyediakan akses listrik yang layak. Bahkan, dengan anggaran dana desa, mereka berhasil menyediakan layanan penyeberangan gratis bagi anak-anak sekolah agar dapat mengakses pendidikan dengan lebih mudah.
Meskipun demikian, harapan untuk terhubungnya Desa Simpur dengan listrik yang memadai tetap menjadi dambaan utama. Ini bukan hanya sekadar kebutuhan dasar, tetapi juga kunci untuk mengurangi kesenjangan dan membangun masa depan yang lebih cerah bagi generasi mendatang.