PPSW Jakarta Adakan Seri Diskusi Pendidikan Kritis Kedua

Pusat Pengembangan Sumberdaya Wanita (PPSW) Jakarta mengadakan seri diskusi pendidikan kritis bagi perempuan Cina Benteng dengan tema “Perbedaan Gender dan Jenis Kelamin.” Diskusi ini merupakan upaya yang penting dalam menyuarakan nilai-nilai kesetaraan dan keadilan gender. Dilaksanakan pada hari Selasa, 27 Februari 2024, kegiatan ini dihadiri oleh 24 orang perempuan pengurus dan kader KWPS Lampion Merah Abadi. Lokasi diskusi berlangsung di rumah Ketua RW 01, Bapak Cuan Hoy, di Desa Belimbing, dengan Iqbal Yusti Ekoputro dari PPSW Jakarta sebagai fasilitator.

Tujuan dari diskusi ini untuk menginternalisasi nilai-nilai kesetaraan gender, menghapuskan kekerasan, mengedepankan inklusi sosial, serta meningkatkan partisipasi politik perempuan dengan kebijakan yang sensitif terhadap gender dan inklusi. Fokus pada sesi kedua adalah memahami perbedaan antara gender dan jenis kelamin. Diharapkan pesertanya dapat menjelaskan pengertian gender, membedakan antara gender dan jenis kelamin, serta stereotip yang telah terbentuk di masyarakat.

Fasilitator memulai diskusi dengan permainan jaring kata yang mengarahkan peserta untuk memikirkan perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Dalam permainan ini, peserta dibagi menjadi dua kelompok dan diberikan tugas untuk menuliskan perbedaan tersebut di atas kertas. Hasilnya, masing-masing kelompok mempresentasikan pandangan mereka.

Dari hasil diskusi, fasilitator menyimpulkan bahwa terdapat berbagai alasan yang mendorong pembahasan mengenai perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Namun, pertanyaan yang muncul kemudian adalah, apa sebenarnya perbedaan yang mendasar antara keduanya? Untuk menjawabnya, pendapat peserta ditulis dan diorganisir dengan jelas.

Fasilitator kemudian memberikan contoh konkret dengan mengambil beberapa gambar laki-laki dan meminta peserta untuk memberikan respons. Dari situ, peserta dapat melihat bahwa penggambaran laki-laki dan perempuan tidak selalu berdasarkan pada karakteristik biologis. Tetapi juga termasuk pada aspek-aspek sosial dan budaya.

Selanjutnya, fasilitator mengajukan pertanyaan apakah mungkin menukar simbol laki-laki dan perempuan berdasarkan pernyataan yang telah disampaikan peserta. Diskusi ini menunjukkan bahwa ada aspek-aspek yang dapat ditukar dan ada yang tidak. Tergantung pada konteks sosial, budaya, agama, dan biologis.

Melalui diskusi ini, peserta menjadi lebih memahami bahwa perbedaan antara laki-laki dan perempuan bukan hanya tentang biologi semata. Tetapi juga tentang konstruksi sosial yang sangat dipengaruhi oleh budaya, adat, dan lingkungan sekitar. Fasilitator menegaskan bahwa perbedaan ini terkadang hanya berupa istilah yang berbeda namun memiliki makna yang sama.

Selain itu, diskusi juga menggarisbawahi bahwa peran sosial dan peran biologis antara laki-laki dan perempuan tidaklah selalu terpisah secara tegas. Ada pola-pola yang bergeser seiring perubahan zaman dan nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat.

Suherdah, pengurus KWPS Lampion Merah Abadi mengatakan setelah mengikuti diskusi ini dirinya menjadi tahu perbedaan gender dan jenis kelamin. Dirinya juga menambahkan bahwa gender bisa dikatakan sebagai perbedaan, keragaman, peran dan fungsi, identitas yang merupakan konstruksi sosial dan dibentuk berdasarkan lingkungan sosial.

“Bisa dari omongan, status sosial serta peran sosial yang dibangun oleh keberagaman masyarakat itu sendiri,” jelasnya.

Senada dengan Suherdah, pengurus KWPS Lampion Merah Abadi lainnya, Enggit, menambahkan setelah dirinya mengikuti diskusi pendidikan kritis untuk perempuan cina benteng ini, dirinya menjadi tahu apa itu kesetaraan gender.

“Kesetaraan dalam pemahaman saya cuma soal sejajar antara laki-laki dan perempuan. Tapi setelah dijelaskan pak Iqbal, ternyata luas sekali definisinya termasuk mengerjakan pekerjaan rumah juga bukan hanya peran istri tapi juga suami,” tegasnya.

Penulis :

Mamay Muthmainnah