Saat ini, perkembangan teknologi dan komunikasi yang pesat hampir dialami seluruh lapisan masyarakat. Tidak ada yang mengalami pengecualian khususnya bagi kelompok masyarakat adat. Salah satunya komunitas Suku Anak Dalam (SAD) yang kini merasakan dampak dari perkembangan teknologi terutama di sosial media. Sebagai kelompok muda, beberapa kader dari komunitas adat ini cukup aktif di media sosial mereka masing-masing. Maka dari itu, mereka perlu mendapatkan pendampingan dalam penggunaan teknologi tersebut.
Pundi Sumatra atas dukungan KEMITRAAN telah melakukan sosialisasi terkait etika bersosial media pada 21 Oktober 2023 lalu. Kegiatan yang berlangsung di aula pertemuan komunitas tersebut mengundang Wahyu dari Dinas Komunikasi dan Informasi (KOMINFO) Kabupaten Bungo sebagai narasumber. Wahyu menyampaikan tentang etika bersosial media serta undang-undang apa saja yang bisa menjerat para pelaku kejahatan cyber crime.
Menurutnya, postingan yang diunggah ke sosial media dapat dinikmati atau dikonsumsi oleh semua orang. Sehingga isu seperti Suku Agama Ras Antargolongan (SARA), provokatif, berita bohong, mencuri karya orang lain adalah hal yang tidak boleh ada dalam unggahan.
“Unsur-unsur tersebut harus dihindari agar tidak merugikan diri sendiri dan orang lain. Jadi perhatikan juga penggunaan bahasa, tidak boleh berkata kasar di sosial media,” terang Wahyu.
Wahyu juga menyebutkan tentang undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Dimana undang-undang ini bertujuan untuk mengatur tentang penggunaan internet, komputer, dan perangkat elektronik lainnya. Seperti UU ITE Pasal 45 ayat 3 tahun 2016 yang berkaitan dengan pencemaran nama baik.
“Hati-hati dengan pencemaran nama baik. Jika kita tidak punya bukti yang kuat lebih baik disimpan untuk diri sendiri, jangan dipublikasikan ke media sosial,” ujarnya.
Selain mengundang Diskominfo, pelatihan ini juga mengundang Rara dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jambi. Rara mengajarkan kepada kader-kader tentang pembuatan konten dengan tujuan kampanye inklusif. Pelatihan pembuatan konten inklusif tersebut bertujuan untuk melatih para kader agar mampu mencari peluang di sosial media. “Teman-teman, kalian adalah kelompok adat yang sangat ingin dicari tahu oleh publik,” ucap Rara.
Rara membagikan kesannya saat pertama kali diajak oleh tim Pundi Sumatra untuk mengunjungi lokasi masyarakat adat SAD ini. Menurut Rara, para kader bisa membuat sebuah konten yang berisikan tentang profil komunitas. Pun, aktivitas yang mereka lakukan dalam komunitas mereka sendiri. Kampanye inklusif juga bisa tersirat dalam konten yang mereka buat.
“Buatlah sebuah video yang menunjukkan bahwa kalian adalah bagian dari masyarakat. Berhak untuk mendapatkan akses yang setara dengan masyarakat di kota,” tegas Rara.
Sepuluh peserta yang terdiri dari kader masyarakat adat SAD, pemuda desa, serta mahasiswa Universitas Jambi (UNJA) diminta untuk memproduksi sebuah konten. Dari pelatihan ini, setidaknya ada empat video yang dihasilkan dan layak untuk dipublikasikan di akun sosial media. Satu satunya video yang disusun oleh Juliana, Siska, dan Resa yang memilih bahasa rimba dalam penyampaian materi tentang kegiatan usaha ekonom yang dilakukan komunitas. Menurut mereka dengan menggunakan bahasa rimba, menjadi salah satu cara mempromosikan budaya yang dimiliki Suku Anak Dalam.