Di tengah modernisasi dan arus globalisasi, di pulau-pulau terpencil Mentawai, terdapat sosok yang menjadi penjaga warisan budaya dan kesehatan masyarakat setempat: sikerei. Mereka adalah seorang tabib tradisional yang memiliki tanggung jawab utama dalam menyembuhkan orang sakit dan memimpin klan mereka. Mereka menjalankan tugasnya berdasarkan aturan yang diwariskan oleh pendahulunya, sehingga siapa pun yang ingin menjadi sikerei harus benar-benar tulus dan mengikuti aturan yang telah ditetapkan.
Peran mereka mencakup berbagai aspek, mulai dari mengobati penyakit dengan ramuan herbal hingga memimpin upacara adat yang sakral. Keberadaan mereka sangat dihormati dan dianggap sebagai penjaga harmoni antara manusia, alam, dan dunia spiritual.
Menjadi sikerei merupakan bagian tak terpisahkan dari budaya turun-temurun di masyarakat Mentawai. Peran ini tidak hanya mengharuskan seseorang memiliki niat yang kuat, tetapi juga menuntut kemampuan finansial yang memadai, karena proses menjadi sikerei memerlukan biaya yang tidak sedikit.
Dalam menjalankan tugasnya, mereka harus siap dipanggil kapan saja dan di mana saja untuk mengobati seseorang. Mereka tidak terbatas hanya pada kampungnya sendiri, tetapi siap menjangkau wilayah lain jika diperlukan. Kehidupan seorang sikerei sangat terikat dengan aturan adat dan pemuka yang lebih tinggi, di mana pelanggaran terhadap aturan ini bisa berakibat fatal, bahkan bisa menyebabkan kematian.
Banyak kisah tentang mereka yang melanggar aturan adat dan akhirnya meninggal dunia. Oleh karena itu, kepatuhan terhadap prinsip-prinsip dan aturan adat sangat penting bagi seorang sikerei untuk bisa menjalankan tugasnya dengan baik dan tanpa masalah.
Keberhasilan seorang sikerei dalam mengobati tidak hanya tergantung pada kemampuannya tetapi juga pada niat tulus yang datang dari hati. Menjadi mereka bukanlah hal yang bisa dipaksakan, karena jika tidak dilakukan dengan sungguh-sungguh, maka hasilnya tidak akan maksimal. Misalnya, dalam menyanyikan lagu ritual, hanya mereka yang memiliki niat tulus dan tekad yang kuat yang mampu melakukannya dengan benar.
Menariknya, mereka tidak hanya diperuntukkan bagi laki-laki, tetapi perempuan juga bisa menjadi sikerei. Namun, ada perbedaan mendasar di sini. Perempuan bisa menjadi sikerei jika suaminya adalah sikerei, tetapi mereka tidak memiliki kemampuan untuk melihat roh seperti halnya sikerei laki-laki. Peran perempuan dalam sikerei lebih kepada mendampingi suaminya dalam pengobatan, dan ketika suaminya meninggal, status sikerei pada perempuan tersebut juga hilang. Hal ini menunjukkan bahwa gelar dan kemampuan sikerei lebih melekat pada laki-laki.
Dalam proses pengobatan, mereka menggunakan berbagai jenis obat yang berasal dari alam, khususnya hutan Mentawai. Setiap jenis penyakit memerlukan obat yang berbeda, misalnya obat untuk ibu melahirkan berbeda dengan obat untuk penyakit dalam atau anak-anak. Bahan-bahan obat ini diambil dari daun-daunan dan akar-akaran yang terdapat di hutan. Pengetahuan tentang obat-obatan ini diwariskan secara turun-temurun dari sikerei terdahulu kepada penerusnya. Namun, pengambilan obat ini tidak bisa sembarangan, karena ada ritual dan aturan tertentu yang harus diikuti agar obat tersebut mujarab.
Akan tetapi, ada beberapa kendala yang dihadapi mereka saat ini yakni, semakin berkurangnya hutan akibat alih fungsi lahan menjadi pertanian atau pemukiman. Hal ini menyulitkan mereka dalam mencari bahan-bahan obat yang spesifik yang hanya bisa ditemukan di hutan. Misalnya, untuk menyembuhkan ibu hamil, mereka memerlukan daun-daun khusus yang hanya bisa didapatkan di hutan. Jika bahan-bahan tersebut tidak lengkap, maka obat yang dibuat tidak akan efektif.
Menjadi sikerei juga tidak harus berasal dari keturunan sikerei, tetapi disarankan agar memiliki garis keturunan karena pengetahuan dan peralatan adat yang dimiliki para terdahulu akan lebih mudah diwariskan dan dijaga. Meski begitu, ketulusan hati dan niat yang kuat tetap menjadi faktor utama.
Obat-obatan mereka pun tidak bisa dicampurkan dengan obat medis. Mereka memiliki metode pengobatan yang khas dan berbeda dengan medis. Namun, pasien tetap bisa memilih untuk berobat ke medis tanpa mencampurkan obat-obatan tersebut. Hal ini dikarenakan tenaga medis tidak dapat mendeteksi penyakit yang disebabkan oleh roh, yang merupakan keahlian khusus sikerei.
Dengan semakin sulitnya mencari bahan obat akibat berkurangnya hutan, kemampuan mereka dalam menyembuhkan berbagai penyakit menjadi terhambat. Hubungan antara mereka dan alam sangat erat dan tidak bisa dipisahkan. Hilangnya hutan akan sangat berdampak pada efektivitas pengobatan yang dilakukan oleh mereka. Oleh karena itu, menjaga kelestarian hutan menjadi sangat penting untuk memastikan keberlangsungan tradisi dan kemampuan pengobatan mereka di masa depan.