Peringatan: Artikel mengandung deskripsi eksplisit kekerasan seksual. Berpotensi memicu trauma.
Korban S, perempuan berusia 16 tahun merupakan seorang pelajar sekolah menengah atas (SMA) di desa Muara Sikabaluan, Kecamatan Siberut Utara, Kepulauan Mentawai. S yang berasal dari desa Sigapokna, Kecamatan Siberut Barat harus harus naik perahu melewati laut sekitar 3 jam untuk sampai di pelabuhan Pokai di Siberut Utara. Dari Pokai, naik sepeda motor lagi sekitar 30 menit menuju sekolah.
Belum ada transportasi umum antar desa apalagi antar kecamatan. Masih harus melintasi teluk dan laut dengan perahu carteran atau menumpang perahu pedagang yang tidak memiliki jadwal pasti. Kondisi tersebut yang mengharuskan S tinggal disebuah kos karena sekolahnya tidak menyediakan tempat tinggal asrama. Belum lagi jaringan internet yang masih sangat minim di daerah tersebut.
23 Maret 2023 menjadi hari yang paling menyakitkan bagi S. Dimana ia mengalami tindakan kekerasan seksual yang dilakukan empat orang laki-laki di daerah tersebut. Kejadian ini bermula ketika S pergi seorang diri ke lingkungan sekolah dasar (SD), 300 meter dari kosnya, untuk mengakses jaringan wi-fi pukul tujuh malam. S mengakses jaringan internet selama empat jam disana hingga waktu menunjukkan pukul sebelas malam. Karena takut pulang sendirian, S pun memutuskan untuk menginap di kos temannya yang ada di seberang jalan sekolah.
Ia melewati sebuah warung kosong, dimana empat orang laki-laki dewasa sedang duduk untuk mengakses jaringan internet dari sekolah SD tersebut. S tidak menyadari keberadaan mereka karena gelap. Akan tetapi keempat laki-laki yang melihat S berjalan melewati mereka, mulai merayu dan memaksa S untuk duduk menemani mereka mengakses jaringan internet bersama. ”saya menolak,” ujar S. Tetapi, keempat pelaku tetap bersikeras hingga akhirnya membawa paksa S kembali ke lingkungan sekolah yang minim penerangan itu.
Disini, pelaku menggerayangi tubuh korban, memaksa korban melihat dan memegang alat kelamin pelaku hingga memaksa melakukan oral seks. Keempat pelaku berniat melakukan pemerkosaan, namun karena tidak adanya ruangan di sekolah yang terbuka, membuat para pelaku mengurungkan niatnya.
Keesokan harinya, pukul setengah enam pagi, pelaku melepas S dan mengancam korban untuk tidak melaporkan pada siapapun. S kembali ke kosnya dengan tubuh yang sudah berantakan dan mata yang sembab karena menangis. Melihat kondisi S, teman satu kosnya bingung dan bertanya tentang apa yang sebenarnya terjadi pada S. Masih takut, S tidak bercerita apapun kepada temannya.
Selang beberapa hari dari kejadian, S pun memberanikan diri menceritakan kepada teman satu kosnya, dengan catatan untuk tidak memberitahu kepada siapapun. Merasa iba, teman S pun akhirnya memberitahu peristiwa ini ke orangtua S.
Jalan Terjal Keadilan Korban Kekerasan Seksual
Setelah orangtua S mengetahui kejadian yang menimpa putrinya, mereka pun melaporkan kejadian ini ke Polsek Sikabaluan. Pihak kepolisian meminta untuk dilakukan visum. Setelah dilakukan visum, hasil menunjukkan bahwa tidak ada luka robek di alat kelamin korban. Hal ini lah yang membuat pihak Polsek Sikabaluan enggan untuk menindaklanjuti kasus tersebut dan menyarankan agar diselesaikan dengan hukum adat.
Tanggal 6 April 2023, pihak kepolisian Sikabaluan memediasi keluarga korban dan pihak pelaku dalam persidangan hukum adat. Hasilnya, pihak korban dan pelaku menandatangi surat kesepakatan perdamaian dimana pelaku harus membayar restitusi sebesar tiga puluh juta rupiah kepada korban. Tetapi pelaku tidak menepati kesepakatan tersebut dan hanya membayar denda lima puluh persen dari jumlah denda adat yang sudah disepakati. Melihat ini, keluarga korban kembali berniat meneruskan laporan polisi yang sudah dibuat sebelumnya.
Yayasan Citra Mandiri Mentawai (YCMM) mengetahui kasus ini per tanggal 11 April 2023 melakukan advokasi untuk penegakan hukum penanganan kasus serta perlindungan korban. YCMM membentuk koalisi bersama Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang, Nurani Perempuan Women Crisis Center, Forum Mahasiswa Mentawai (FORMMA) Sumatera Barat dan Kelompok Muda Padang.
Langkah advokasi telah dilakukan, salah satunya membangun koordinasi dan kerjasama dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Kepulauan Mentawai untuk perlindungan, pemulihan dan pemberdayaan korban.
Lalu melakukan pendekatan persuasif dengan Kapolsek Sikabaluan untuk mendukung penegakan hukum formal atas kasus ini meski sebelumnya sudah dilakukan hukum adat. Namun, pihak kepolisian dengan dalih banyaknya kendala dalam penanganan kasus kekerasan seksual di Mentawai, antara lain; adat istiadat setempat, tidak memberikan respon yang positif.
Angin Segar Keadilan Bagi Korban S
Melalui pers release yang dibuat oleh koalisi pada tanggal 5 Mei 2023, menggerakkan perhatian berbagai media cetak dan elektronik melakukan liputan berita atas kasus ini. 11 Mei 2023, koalisi pun menyurati secara resmi pihak Polsek Sikabaluan agar segera menjalankan tugasnya. Tak sampai disitu, dihari yang sama, YCMM yang diundang dalam acara talk show radio Classy FM yang juga menghadirkan UPT PPA Sumatera Barat dan Polda Sumatera Barat dan menjadikan hal ini kesempatan yang baik untuk mendorong pihak kepolisian memberikan ruang aman dan adil bagi korban kekerasan seksual.
Polda Sumatera Barat pun berjanji untuk melakukan asistensi ke Polsek Sikabaluan agar kasus kekerasan seksual yang dialami S diproses secara hukum. Akhirnya, Mei 2023, Polsek Sikabaluan mengirimkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) ke Kejaksaan Negeri Kepulauan Mentawai. LBH Padang secara resmi menjadi kuasa hukum korban S dan keluarganya agar proses penegakan hukum berjalan dengan baik.
Pada pertengahan Juli, Polsek Sikabaluan menyerahkan keempat orang tersangka ke Kejaksaan Negeri Kepulauan Mentawai dan mengirimkan surat kepada Kepala Kepolisian Sektor Sikabaluan perihal Bantuan Pemanggilan Saksi untuk menghadiri sidang pertama pada tanggal 24 Agustus 2023 di Pengadilan Negeri Padang. Korban S dan ayahnya pun turut dalam daftar saksi yang dipanggil.
YCMM bekerjasama dengan UPTD PPA Kepulauan Mentawai, memfasilitasi kehadiran korban S dan ayahnya dari Mentawai ke Padang. Pun, sehari sebelum mengikuti persidangan, korban S dan ayahnya diberikan pembinaan dan penguatan oleh YCMM, LBH Padang dan Nurani Perempuan untuk menghadapi persidangan. Salah satunya tentang cara menyampaikan keterangan yang baik, jujur dan konsisten.
Sidang berlangsung tertutup untuk umum. Korban S dan ayahnya hanya didampingi oleh kuasa hukum dan pekerja sosial UPTD PPA Kepulauan Mentawai. Setelah selesai memberi keterangan, korban S dan ayahnya meninggalkan ruang sidang. Diluar ruangan, korban merasa lega telah mampu memberi keterangan di depan hakim dan jaksa tentang peristiwa kekerasan seksual yang dialaminya. Apalagi korban merasa lega karena keempat pelaku diminta meninggalkan ruang sidang saat korban memberikan keterangan.
Dengan digelarnya persidangan ini keempat pelaku telah ditetapkan sebagai tersangka dan mereka mengakui perbuatannya. Sidang yang berlangsung sekitar dua jam itu kemudian ditunda untuk dilanjutkan pada tanggal 31 Agustus 2023. Tim kuasa hukum dan pekerja sosial UPTD PPA Kepulauan Mentawai bersepakat dengan jaksa penuntut umum untuk terus mendampingi dan mengikuti proses persidangan selanjutnya hingga vonis hakim dijatuhkan.
YCMM dan koalisi berharap berharap persidangan ini dapat memberi pembelajaran berharga bagi banyak pihak dan masyarakat untuk bersama sama menghormati hak-hak perempuan, anak dan masyarakat adat serta memberikan ruang aman dan adil bagi korban kekerasan seksual.