Di tengah arus modernisasi yang terus berlanjut, peran pemuda adat dalam menjaga warisan budaya dan pengetahuan adat semakin penting. Mereka adalah penjaga nyata dari akar budaya yang telah ada selama berabad-abad. Menjalankan peran vital dalam memastikan bahwa pengetahuan adat nenek moyang mereka tidak tenggelam dalam perubahan zaman.
Pemuda adat adalah generasi muda yang tumbuh dalam komunitas-komunitas yang masih sangat melekat pada nilai-nilai budaya dan tradisi. Mereka merupakan penghubung langsung antara masa lalu dan masa depan. Memiliki tanggung jawab besar untuk menjaga tradisi dan pengetahuan adat yang telah diteruskan selama berabad. Pemuda adat tidak hanya memahami nilai-nilai dan makna di balik tradisi ini, tetapi mereka juga berkomitmen untuk memastikan kelangsungannya.
Dalam menjaga warisan budaya mereka, pemuda adat sering kali terlibat dalam berbagai aktivitas. Seperti pementasan tarian tradisional, upacara keagamaan, dan pengajaran bahasa asli. Mereka memainkan peran penting dalam menyampaikan pengetahuan adat dan keterampilan ini kepada generasi muda berikutnya. Memastikan bahwa warisan budaya tidak hanya hidup dalam buku-buku sejarah, tetapi juga dalam pengalaman nyata.
Salah satunya komunitas Lakoat Kujawas di Desa Taiftob, Kecamatan Mollo, Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur. Kehadiran Lakoat Kujawas sejak tahun 2016 berupaya menanggapi kondisi ini. Lakoat Kujawas adalah komunitas kewirausahaan sosial. Dikelola oleh pemuda adat setempat yang berfokus pada pengarsipan pangan lokal, kekayaan alam, dan seni budaya sebagai identitas masyarakat Mollo. Berbagai kerja pengarsipan pengetahuan adat dan revitalisasi kampung dilaksanakan. Harapannya bahwa Masyarakat Adat Mollo mampu berdaulat atas alam dan budayanya.
Selain menjaga tradisi dan budaya, pemuda adat di Mollo juga berperan dalam melestarikan nilai-nilai kearifan lokal. Nilai-nilai ini sering kali mencakup hubungan yang mendalam dengan alam, etika komunal, dan cara hidup berkelanjutan. Dunia yang semakin cenderung konsumerisme, nilai kearifan lokal yang dianut oleh pemuda adat Mollo memberikan poin yang penting.
Pemuda adat di komunitas Lakoat Kujawas ini sering terlibat dalam proyek-proyek lingkungan. Seperti pelestarian hutan, pengelolaan sumber daya alam, dan pendidikan tentang keberlanjutan. Melakukan dokumentasi tentang narasi tentang budaya yang ada di wilayah desa, seperti cerita rakyat, pangan lokal dan sejarah desa.
“Selama 7 tahun kurang lebih, ada 7 buku yang diterbitkan oleh anak-anak komunitas sendiri. Isinya tentang narasi budaya dan tradisi itu sendiri serta pangan lokal. Kemarin kami baru saja menulis resep lokal. Mulai dari resep itu sendiri juga sejarah pangan lokalnya,” jelas Toni Oetaman, anggota komunitas Lakoat Kujawas pada acara ngobrol inklusif episode 26 yang diadakan oleh KEMITRAAN.
Tonei mengatakan, mereka juga melakukan kegiatan Skol Tamolok (Tabaina Monit Neo Alekot) atau sekolah budaya yang dirintis Lakoat Kujawas sejak tahun 2019. Ini adalah model pendidikan kontekstual yang mengangkat isu lingkungan, seni, dan kebudayaan dari masyarakat adat Mollo. Narasumber yang biasa diundang adalah para tua adat dari Mollo yang mengerti betul seluk beluk kehidupan di Mollo dari generasi ke generasi.
“Jadi sekolah budaya adalah program kami di komunitas. Yang mana kami lakukan sebulan sekali dan wadah bagi generasi muda untuk melakukan transformasi pengetahuan dengan generasi kini,” tambah Toni.
Selama proses perjuangannya, Toni mengungkapkan, banyak tantangan yang dihadapi pemuda adat Mollo di komunitas ini. Salah satunya kurangnya respon masyarakat di awal terbentuknya komunitas Lakoat Kujawas. Masyarakat awalnya menilai bahwa gerakan yang dilakukan komunitas ini terasa sia-sia. Belum lagi seleksi alam dengan banyaknya anak muda yang keluar dari komunitas ini.
“Tetapi kami percaya kalau niat kita baik kami akan terus bergerak sekalipun dihadapkan dinamika dalam komunitas itu sendiri,” tambah Toni.
Dengan gerakan kampanye yang terus dilakukan, pelan-pelan masyarakat adat Mollo mulai menunjukkan dukungannya. Adanya gerakan kampanye yang dilakukan oleh Lakoat Kujawas, masyarakat adat Mollo menjadi percaya diri mempromosikan pangan lokal mereka.
“Jadi kami beranggapan tidak hanya berdampak di anggota komunitas tapi di masyarakat. Kami juga menyadari bahwa Mollo dikenal punya stunting tinggi. Tapi ternyata ketika kami riset bahwa kami banyak mempunyai pangan lokal dengan nutrisi sangat tinggi. Tentu ini menjadi suatu penemuan yang dapat mematahkan narasi selama ini tentang daerah kami,” tegasnya.
Di tengah arus modernisasi, tidak membuat pemuda adat Mollo menjadi tergerus dan larut. Mereka kemudian memanfaatkan media sosial sebagai pendekatan pengetahuan lokal itu sendiri untuk berkampanye. Proses dokumentasinya pun sangat sederhana. Dengan melakukan riset kampung dan mendatangi tokoh adat untuk melakukan wawancara tentang narasi dan nilai kearifan lokal itu sendiri.
Narasi-narasi ini kemudian diolah menjadi rekaman, foto dan video, lalu oleh komunitas diolah untuk dijadikan eksperimen dan pengujian ulang. “Contohnya seperti resep pangan lokal yang kami temui, kami coba di foodlab dan mendaur ulang kembali dengan menguji coba dengan resep lain agar bisa dinikmati oleh masyarakat,” jelasnya.
Ada juga program pembagian makanan tambahan dengan melakukan demo masak dan makan bersama dengan anak-anak. Toni menjelaskan, mereka mengelola pangan lokal bersama anak-anak di desa untuk mengembalikan identitas jati diri pada mereka sejak usia dini.
“Akhirnya mereka menceritakan ke orang tua mereka dan meminta orang tuanya memasakkan makanan yang kami masak di komunitas.”
Toni berharap dengan komunitas ini mereka menjadi pionir yang menumbuhkan kesadaran. Pentingnya menjaga hubungan harmonis dengan alam dan menghormati nilai-nilai budaya dari generasi ke generasi. Dengan komitmennya, pemuda adat memastikan bahwa kekayaan budaya dan kearifan lokal tetap hidup dan relevan dalam dunia yang terus berubah.
*Sumber foto: postingan instagram Lakoat Kujawas