Praktik kekerasan seksual yang terjadi di masyarakat, termasuk masyarakat adat menjadi tanggung jawab semua lapisan masyarakat melihat dampaknya yang sangat luas, tidak hanya terhadap korban secara individu, tetapi juga terhadap struktur sosial dan kemanusiaan.
Kekerasan seksual mengancam hak asasi manusia, menghambat kesejahteraan fisik dan mental korban, serta memperburuk ketidaksetaraan gender. Oleh sebab itu, seluruh elemen masyarakat, baik individu, keluarga, pemerintah, lembaga pendidikan, maupun sektor swasta, harus berperan aktif dalam pencegahan, penanggulangan, dan pemberantasan kekerasan seksual. Tidak cukup hanya mengandalkan korban atau pihak yang dirugikan untuk melawan praktik ini, karena kekerasan seksual adalah masalah sistemik yang memerlukan kerjasama lintas sektor untuk diatasi secara menyeluruh, termasuk masyarakat.
Yayasan Citra Mandiri Mentawai (YCMM) dalam Program Sipaumat bersama dengan KEMITRAAN terus berupaya mendorong kesadaran semua pihak mulai dari tataran pemerintahan hingga ke akar rumput. Hal ini yang melatarbelakangi sejumlah kegiatan seperti pelatihan paralegal bagi pengawas kasus kekerasan seksual (KS) di tingkat basis, pelatihan pengarusutamaan GEDSI (gender, disabilitas, dan inklusi sosial) hingga pendampingan rutin melalui pendamping masyarakat yang tinggal di desa.
“Selain pelatihan juga kami melakukan advokasi dan dialog kepada Pemda dan Kepolisian, serta membangun kolaborasi bersama jaringan CSO, seperti LBH Padang dan WCC Nurani Perempuan,” ujar Tarida Hernawati, Program Manager SIPAUMAT, YCMM.
YCMM meyakini bahwa KS harus menjadi tanggung jawab bersama. Tanggung jawab kolektif dalam mengatasi kekerasan seksual juga berkaitan dengan perubahan budaya dan sikap sosial yang sering kali mentoleransi atau membiarkan kekerasan seksual terjadi. Sehingga dengan melibatkan masyarakat dalam kegiatan-kegiatan juga menjadi upaya menumbuhkan kepedulian masyarakat untuk menjadi kontrol sosial di masyarakat. Dan lebih jauh sebagai upaya perlindungan terhadap korban, serta memastikan bahwa pelaku dikenai sanksi yang tegas.
“Lewat kerja-kerja yang kami lakukan, sedikit banyak mampu meningkatkan kesadaran dan kepedulian Pemerintah Desa, Pemerintah Daerah dan Kepolisian untuk segera merespon dan menangani kasus KS yang terjadi,” ujarnya lebih lanjut.
Tarida menambahkan bahwa kedepan perlu meningkatkan upaya pencegahan dan pendampingan serta perlindungan korban. Oleh sebab itu dibutuhkan kebijakan pemerintah salah satunya lewat Perda Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan dan Anak.
Peran masyarakat juga tidak kalah penting untuk memperkuat dorongan terwujudnya perda tersebut melalui audiensi untuk meyakinkan Pemda Mentawai termasuk institusi penegak hukum (Kepolisian dan Kejaksaan). Salah satu contoh pentingnya peran masyarakat sebagai kontrol sosial, pada akhirnya telah menyelamatkan salah satu korban KS yang merupakan salah seorang anak di masyarakat adat Mentawai yang hampir menjadi korban perdagangan orang.
“Saat itu, korban berhasil diselamatkan oleh tetangga yang kebetulan tinggal dekat dengan lokasi penyekapan, kemudian atas laporan keluarga, Kepolisian Resort Mentawai dan pemerintah desa sigap menanggapi hingga akhirnya keberadaan korban diketahui,” cerita Reynald, pendamping lapangan.
Dari kejadian tersebut, menunjukkan bahwa setiap individu dalam masyarakat memiliki peran penting dalam kontrol sosial untuk mengatasi kekerasan seksual di lingkungan sekitar. Tanpa partisipasi aktif dari semua pihak, upaya untuk menciptakan masyarakat yang aman dan bebas dari kekerasan seksual akan sulit tercapai.