Melalui Program Estungkara, KKI WARSI mendampingi masyarakat adat di sejumlah desa di Kabupaten Tebo dan Merangin. Sejak tahun 2022 hingga kini, desa-desa dampingan ini telah menunjukkan komitmen kuat dalam mendorong pelibatan kelompok rentan dan marginal dalam pembangunan desa, seperti masyarakat adat Talang Mamak dan Orang Rimba. Ke enam desa tersebut adalah Desa Suo Suo, Desa Muara Sekalo, Desa Pelakar Jaya, Desa Pauh Menang, Desa Rejosari, dan Desa Sialang. Pemerintah desa bertekad untuk menciptakan kebijakan yang inklusif, yang tidak hanya merangkul masyarakat umum tetapi juga memperhatikan hak dan kebutuhan masyarakat adat, terutama dari kelompok perempuan, lansia, anak-anak, dan penyandang disabilitas.
Upaya ini terbukti dengan disusunnya draft Peraturan Desa tentang pelibatan kelompok rentan dan marginal dalam pembangunan desa di masing-masing desa. Dalam proses penyusunan draft Ranperdes ini Pemerintah Desa dan masyarakat didampingi secara intensif oleh KKI WARSI.
”Harapannya di bulan Desember nanti, draft Perdes ini sudah dikonsultasikan untuk kemudian disahkan menjadi Perdes,” ujar Haryanto, Program Officer KKI WARSI.
Penyusunan Perdes inklusif ini diharapkan dapat menjadi alat untuk mewujudkan pembangunan desa yang lebih berkeadilan, berkelanjutan, dan berbasis pada pemberdayaan seluruh masyarakat desa. Dengan kebijakan yang memperhatikan kelompok rentan, desa-desa dampingan Program Estungkara berkomitmen untuk memperkuat kapasitas mereka dalam menjalankan pembangunan, yaitu tidak hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi tetapi juga memperhatikan keadilan sosial dan hak-hak dasar setiap warga.
“Melalui penyusunan Perdes ini, kami ingin memastikan bahwa pembangunan desa tidak hanya mengutamakan kelompok mayoritas, tetapi juga memberikan kesempatan yang setara bagi kelompok-kelompok yang rentan dan terpinggirkan,” lanjut Haryanto.
Adapun dalam Peraturan Desa (Perdes) yang telah disusun WARSI bersama enam desa dampingan ini, kemudian berfungsi sebagai payung hukum dalam memberikan perlindungan serta kesempatan bagi seluruh warga masyarakat. Bentuk-bentuk komitmen yang tertuang dalam Perdes tersebut memuat lima hal penting, diantaranya pertama, pelibatan kelompok rentan dalam perencanaan pembangunan desa. Dengan adanya pelibatan ini, kebijakan yang diambil diharapkan lebih beragam dan mencerminkan kebutuhan setiap lapisan masyarakat.
“Kedua adalah menyangkut akses layanan dasar bagi semua. Keenam desa bersepakat untuk meningkatkan akses terhadap layanan dasar seperti kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan sosial bagi kelompok rentan. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa mereka mendapatkan dukungan yang memadai dalam menjalani kehidupan sehari-hari dan mengurangi kesenjangan,” ujar Haryanto.
Kemudian menyangkut pengembangan program ekonomi untuk kelompok rentan, yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup kelompok rentan terutama perempuan dan disabilitas dengan memberikan akses ke pelatihan keterampilan, pertanian dan pasar.
Komitmen keempat adalah menjamin perlindungan hak-hak kelompok marginal, termasuk perlindungan dari diskriminasi dan stigma sosial yang seringkali mereka alami. Dan terakhir adalah peningkatan kapasitas masyarakat adat melalui pelatihan dan program peningkatan kapasitas bagi masyarakat adat dan kelompok marginal. Langkah ini diharapkan dapat memberdayakan mereka agar lebih mandiri dan dapat berperan aktif dalam pembangunan desa.
Komitmen-komitmen yang tertuang dalam Perdes ini sejalan dengan prinsip pembangunan berkelanjutan yang menekankan pentingnya keadilan sosial dan inklusivitas. Desa-desa dampingan WARSI di Kabupaten Tebo dan Merangin ini berharap menjadi contoh bagi desa lain dalam menerapkan kebijakan yang berpihak kepada seluruh masyarakat. Mereka yakin bahwa pembangunan yang melibatkan semua kalangan adalah kunci untuk menciptakan desa yang kuat, sejahtera, dan berdaya saing tinggi.
“Kami yakin bahwa setiap orang, termasuk mereka yang selama ini kurang dilibatkan, memiliki hak untuk ikut menentukan arah pembangunan desa. Dengan dukungan WARSI, kami berkomitmen menjadikan desa-desa kami lebih inklusif dan responsif terhadap kebutuhan semua warga,” ujar Ayep, Kades Pelakar Jaya Kecamatan Pamenang Kabupaten Merangin.
Langkah-langkah yang diambil oleh desa-desa dampingan ini membuktikan bahwa kebijakan yang berkeadilan adalah mungkin dan dapat diwujudkan. Mereka berharap, dengan adanya komitmen ini desa-desa di seluruh Indonesia dapat terinspirasi untuk menciptakan lingkungan yang lebih inklusif. Inklusif dalam artian setiap warga memiliki kesempatan yang sama untuk berkontribusi dalam pembangunan.