Didin, seorang pemuda dari Kasepuhan Cibarani, hidup sederhana bersama ibunya yang berjuang secara ekonomi. Kisah hidup Didin bukanlah sesuatu yang luar biasa di mata banyak orang. Namun perjalanannya dari bekerja serabutan hingga menemukan jalan untuk berkontribusi kepada komunitasnya mencerminkan perubahan yang mendalam dalam dirinya. Kasepuhan Cibarani sendiri merupakan komunitas masyarakat adat yang lokasinya terletak di Desa Cibarani, Kecamatan Cirinten, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten.
Pemilik akun Instagram @didin_bukan_dilan ini lulus SMA pada 2019, ia sudah terbiasa menghadapi kesulitan hidup sejak bangku sekolah. Jarak ke sekolah yang jauh dan sulitnya biaya transportasi membuatnya harus mencari solusi sendiri. Peluang muncul ketika ia duduk di kelas 1 SMA, saat seorang teman menawarkan kursus menjahit. Dengan tujuan menambah penghasilan untuk transportasi, Didin mengambil kesempatan itu meskipun harus meminta izin dari sekolah. Setelah menyelesaikan kursus, ia kembali fokus ke sekolah hingga tamat. Meski keterampilan menjahit membantu sesekali, ijazah SMA ternyata tidak cukup membuka banyak pintu pekerjaan yang layak.
Sejak lulus Didin menghabiskan beberapa tahun bekerja di berbagai pekerjaan serabutan, seperti di warung proyek atau kantin, kondektur truk cargo, dll. Namun, hidup di kota dengan upah rendah—sekitar Rp 1.600.000,- per bulan—tidak memberikan stabilitas secara ekonomi. Pada 2023, ia memutuskan untuk kembali ke Kasepuhan Cibarani, desa kecil di kaki perbukitan yang selalu menjadi rumahnya. Awalnya, kembali ke kampung terasa seperti jalan buntu, tetapi keputusan itu ternyata membuka peluang yang tidak pernah ia bayangkan.
Di desa itu, Didin mulai terlibat dalam kegiatan yang diselenggarakan oleh RMI melalui Program Estungkara, sebuah inisiatif yang mendorong anak muda untuk terlibat dalam pembangunan komunitas adat. Keterlibatannya perlahan mengubah cara berpikirnya tentang lingkungan sosial di sekitarnya.
“Hal yang berubah yang saya rasakan setelah mendapatkan pendampingan dan ikut terlibat banyak kegiatan dengan RMI. Seperti kepedulian terhadap lingkungan sosial, lebih percaya diri, dan mulai mendapatkan perhatian serta kepercayaan dari masyarakat, termasuk baris olot. Sebelumnya saya merasa tidak dianggap,” ujar Didin.
Formulasi, organisasi yang ia bentuk, kini beranggotakan 60 orang pemuda dan perempuan yang ikut terlibat dalam upaya ini. Didin juga mulai menyadari bahwa komunitas pemuda di kampungnya belum terorganisir dengan baik, dan peluang besar untuk memanfaatkan potensi lokal masih belum tergarap. Pada 25 April 2024, ia bersama beberapa temannya mendirikan Formulasi (Forum Pemuda Adat Asal Kasepuhan Cibarani) dengan tujuan sederhana, yaitu mengumpulkan para pemuda dan perempuan di kampung untuk mulai memanfaatkan apa yang mereka miliki di sekitar.
Bagi Didin, ini adalah langkah untuk membuka lapangan kerja dan memastikan potensi lokal tidak dibiarkan begitu saja. Dalam Formulasi, Didin tak hanya menjadi pendiri, tapi juga mendorong pemuda lainnya untuk lebih solid dan kompak.
“Salah satu keberhasilan yang saya rasakan, kini dapat mendorong kekompakan pemuda lebih baik, lebih solid, dan keberadaan saya lebih diperhitungkan oleh para tokoh adat dan masyarakat,” ungkapnya.
Didin juga bergabung dengan Forum Kawal, sebuah wadah pemuda adat dari berbagai Kasepuhan di Lebak yang membantu memperluas wawasannya tentang isu-isu adat dan pengelolaan hutan.
“Di forum ini, saya bisa menemukan teman yang searah dan sepemikiran, bisa berjejaring dan berdiskusi dengan teman-teman yang lain,” tambahnya.
Meski Formulasi sudah berjalan, Didin menyadari bahwa masih banyak tantangan yang harus dihadapi, terutama dalam hal pengelolaan organisasi dan konflik internal. Namun, kesadaran Didin tentang pentingnya keberlanjutan komunitasnya dan pemanfaatan potensi lokal terus mendorongnya untuk tetap berjuang.
“Harapan saya ke depan, semoga bisa menciptakan lapangan kerja dari potensi lokal dan menghidupi organisasi sebagai bagian juga untuk melestarikan budaya Kasepuhan bagi anak-anak muda,” ujar Didin optimis.
Perubahan terbesar dalam diri Didin bukanlah kesuksesan material, melainkan perubahan pola pikirnya—dari seseorang yang bekerja untuk dirinya sendiri menjadi sosok yang mulai peduli pada komunitas dan masa depan Kasepuhan Cibarani. Kini, Didin bukan lagi pemuda yang merasa tersisih, melainkan bagian penting dari perubahan di kampung halamannya.