Balsanus: Peran Penting Perempuan dan Disabilitas Dalam Proses Pembangunan Desa

Di setiap desa, posisi Kepala Desa merupakan posisi penting yang membawa arah pembangunan dan kemajuan sebuah desa. Sama halnya dengan di Desa Nemnemleleu. Desa Nemnemleleu, Kepulauan Mentawai merupakan daerah dampingan Yayasan Citra Mandiri Mentawai (YCMM) di program Estungkara. Desa ini terletak di selatan Pulau Sipora, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat. Menurut hasil survei kependudukan, desa ini masuk sebagai kategori desa miskin ekstrim. Oleh sebab itu, pemerintah desa perlu melakukan gebrakan besar untuk keluar dari predikat tersebut.

Balsanus Saogo, Kepala Desa Nemnemleleu, telah memimpin wilayah dengan luas + 12.273 KM sejak 2008. Wilayah pemerintahannya ini terdiri dari 6 dusun. Sebelum menjabat sebagai Kepala Desa, Balsanus sebelumnya adalah seorang Kaur Perencanaan di Desa Nemnemleleu. DI tahun 2014-2015, ia menjadi PJ. Kepala Desa yang kemudian di tahun 2019-2021 ia menjadi Kepala Desa Pengganti Antar Waktu (PAW). Dan baru di tahun 2021 tersebut ia terpilih menjadi Kepala Desa Definitif dalam pemilihan kepala desa serentak untuk periode 2022 – 2027.

Hal yang menjadi perhatian khusus bagi Balsanus selama kepemerintahannya kedepan adalah mewujudkan tata kelola pemerintahan desa yang baik, bersih dan amanah agar masyarakatnya sejahtera. Hal tersebut tertuang dalam visi misinya. Keenam dusun yang menjadi wilayahnya tersebut bukanlah medan yang mudah untuk dilalui. Hal ini karena akses jalan yang masih belum baik dan sarana prasarana lainnya yang belum memadai.

“Sejak YCMM masuk ke Desa Nemnemleleu, melalui pendekatan yang dilakukannya sudah mulai banyak yang berubah. Misalkan jalan pertanian yang tadinya hanya sekedar jalan pertanian kini telah ditetapkan menjadi jalur evakuasi. Sejak itu kemudian berbagai percepatan pembangunan mulai dilirik ke wilayah selatan sehingga kini jalanan ke Desa Nemnemleleu sudah bisa di lalui mobil,” ujar Balsanus saat pertemuan desa.

Di Desa Nemnemleleu ada sebanyak 648 warga perempuan, dan 421 diantaranya adalah Kepala Keluarga. Hal ini menjadi perhatian penting. Balsanus mengatakan bahwa sejauh ini keterlibatan perempuan dalam kegiatan di desa sebenarnya telah menyentuh 50%. Namun memang belum ada yang dilibatkan dalam pemerintahan desa, seperti Kepala Desa maupun Kepala Dusun.

“Sejauh ini partisipasi perempuan di kantor desa sudah ada, seperti saat rapat-rapat di kantor desa. Namun keterlibatannya secara aktif menyampaikan pendapat belum ada,“ tambahnya.

Menurut pria kelahiran 04 Desember 1976 ini, YCMM lewat program Estungkara telah melakukan pendampingan secara intens kepada masyarakat, bahkan telah menyelenggarakan kegiatan penyadaran kepada masyarakat tentang kesetaraan peran terhadap kaum marjinal sehingga banyak kegiatan dan peningkatan kapasitas yang telah di dapat perangkat desa dan masyarakat desa itu sendiri baik dalam pelatihan paralegal untuk jadi pengawas dalam tindakan pendampingan korban kekerasan seksual, pelatihan bagi kaum disabilitas agar mereka mampu memiliki kepercayaan diri, bahkan peningkatan kapasitas Perangkat Desa dalam membuat Perdes serta kegiatan pendampingan terhadap kelompok perempuan dalam pengelolaan pangan lokal dan lainnya.

Pramusdus khusus perempuan yang telah diselenggarakan merupakan sebuah loncatan besar bahwa perempuan mampu berbicara menyampaikan kebutuhannya di tingkat desa.

“Hal ini karena kita melihat peran perempuan menjadi penting dalam pembangunan maka mulailah bersuara untuk bisa memastikan anak-anak dan keluarga turut merasakan pembangunan dimasa yang akan datang,“ ujar Balsanus.

Balsanus juga menyampaikan pentingnya peran disabilitas dalam proses pembangunan desa. Ia menilai siapapun bisa menjadi disabilitas, terutama apabila hal tersebut menimpa perempuan, maka hal itu akan menjadi beban ganda.

“Dalam data identifikasi program Destana yang di selenggarakan YCMM ada sekitar 30 lebih jiwa yang merupakan disabilitas. Mereka juga perlu kita libatkan secara setara dalam setiap proses pembangunan. Tahun ini kita telah masukkan bantuan bagi kaum disabilitas dengan di sesuaikan kebutuhannya,” tegasnya.

Dalam pemerintahannya, ia juga telah memilih Kepala Dusun di Nemnemleleu Utara yaitu Herianto Zagoto yang juga merupakan seorang disabilitas. Ia menilai perwakilannya dalam pemerintahan sangatlah penting sebagai perangkat desa selain kapasitasnya yang baik.

Menjadi Kepala Desa di Nemnemleleu Kecamatan Sipora Selatan ini menurut Balsanus bukanlah hal yang mudah. Selain harus memperbaiki banyak hal, ia juga perlu memastikan semua pihak bisa berperan setara dalam mengimplementasikan nilai-nilai GEDSI.

Tarida Hernawati Program Manager Inisiasi Peningkatan Layanan Untuk Inklusi Masyarakat Adat (SIPAUMAT) YCMM mengatakan bahwa Kepala Desa Nemnemleleu adalah sosok yang memang ingin membuat perubahaan baik bagi desanya.

“Pak desa cukup terbuka dgn masukan, saran bahkan kritikan untuk membangun desa termasuk tentang GEDSI sebagai perspektif baru di lingkungan pemdes. Bahkan pemda dan beliau juga termasuk tokoh muda yang mau dan berani mencoba mengembangkan inovasi di desanya,” ujar Tarida.

Penulis :

Reynald Suryadinata