“Tujuan antropologi adalah untuk membuat dunia aman bagi perbedaan manusia.” –Ruth Benedict –
Masih teringat jelas ketika saya masih menjadi mahasiswi jurusan antropologi sosial di kota Medan. Saat itu, antropologi masih menjadi jurusan yang tidak populer–dianggap tidak jelas masa depan lapangan pekerjaannya. Tentu, saya merasakan hal yang serupa di awal masuk kuliah. “Ilmu antropologi itu mempelajari manusia dan kebudayaannya,” ujar salah satu kakak tingkat saya saat mengikuti Pengenalan Kehidupan Kampus Bagi Mahasiswa Baru (PKKMB).
Kalimat itu menjadi pamungkas, tiap kali teman-teman saya ditanya dosen tentang apa sebenarnya antropologi. Tapi, apa benar hanya sebatas itu? Hingga akhirnya saya menemukan jawabannya ketika mengambil mata kuliah antropologi religi. Saat itu, kami diberi tugas oleh dosen untuk menggambar hantu. Lucu sekaligus bingung. Bagaimana bisa menggambar hantu sedangkan kami tidak pernah melihat hantu itu sendiri. Sampai hari pengumpulan tugas, beberapa teman saya sibuk melihat referensi dari internet, meniru dari film horor dan ada yang memilih tidak menyelesaikan tugas karena percaya bahwa sosok hantu itu tidak pernah ada.
Selesai mengumpulkan tugas, dosen saya menjelaskan tentang bagaimana keyakinan manusia yang berbeda-beda akan keberadaan hantu. Ada yang meyakini bahwa gambar yang ditampilkan di internet adalah sosok hantu yang sebenarnya. Namun, ada juga yang meyakini bahwa hantu itu tidak pernah ada. Kita tidak bisa memberi nilai salah dan benar dengan keyakinan mereka karena manusia memiliki kebudayaan yang membentuk pola pikir mereka akan suatu hal. Titik inilah yang menyadarkan saya bahwa antropologi mempunyai sikap jelas dalam memandang manusia dan segala perbedaannya.
Antropologi tidak sekadar mempelajari tapi mengamini bahwa manusia dan kebudayaannya adalah identitas yang tidak akan pernah tergantikan. Mereka berdiri tidak dengan sendirinya. Sehingga tidak ada yang bisa memberikan nilai kepada kebudayaan. Menjadi benar-benar antropologi ketika mereka yang mengemban ilmu tersebut menciptakan wadah untuk merayakan keberagaman didalamnya.
Saya mengutip salah satu tokoh antropolog kesukaan saya, Ruth Benedict. Antropolog yang terkenal pada abad ke-20, dan memainkan peran penting dalam menggali cara pandang antropologi terhadap keberagaman. Dalam pemikirannya yang mendalam, ia menggambarkan bahwa antropologi adalah kajian yang merayakan keragaman manusia sebagai suatu kekayaan yang tak tergantikan. Pandangan ini memberikan kontribusi yang berharga terhadap pemahaman kita tentang budaya, masyarakat, dan manusia dalam konteks global.
Benedict mengemukakan gagasan bahwa budaya adalah konstruksi sosial yang sangat bervariasi, dan tiap masyarakat memiliki sistem nilai, norma, dan tradisi yang unik. Ia melihat keberagaman sebagai hasil dari berbagai pengaruh, sejarah, dan lingkungan geografis yang memengaruhi pembentukan budaya itu sendiri. Dengan kata lain, tidak ada dua budaya yang benar-benar identik.
Salah satu konsep paling terkenal yang diajukan oleh Ruth Benedict adalah “relativisme kultural.” Ia menekankan bahwa setiap budaya harus dipahami dalam konteksnya sendiri, dan tidak ada budaya yang lebih baik atau lebih buruk daripada yang lain. Ini adalah pendekatan yang mendalam dan bijaksana, karena mendorong kita –khususnya mereka yang mempelajari jurusan ini– untuk menghindari penilaian dan stereotip berdasarkan budaya orang lain.
Pendekatan Benedict terhadap keberagaman juga menyoroti peran individu dalam masyarakat. Ia menekankan bahwa individu tidak hanya dipengaruhi oleh budaya mereka, tetapi juga memiliki kemampuan untuk membentuk dan memengaruhi budaya. Ini adalah pandangan yang memberikan harapan, karena menunjukkan bahwa kita memiliki potensi untuk mengubah budaya yang tidak adil atau merusak menjadi lebih inklusi dan berkelanjutan.
Data dan penelitian antropologi yang mendalam mendukung pandangan Ruth Benedict. Melalui studi kasus, pengamatan lapangan, dan wawancara dengan beragam kelompok manusia di seluruh dunia, antropolog telah menunjukkan bahwa keberagaman budaya adalah norma daripada pengecualian. Mereka telah mengungkapkan bahwa setiap budaya memiliki sistem sosial, ekonomi, dan kepercayaan yang berbeda.
Dalam masyarakat yang semakin terhubung secara global, pandangan Ruth Benedict tentang keberagaman budaya tetap relevan. Antropologi terus berperan dalam memahami dan merayakan perbedaan-perbedaan budaya, yang merupakan sumber kekayaan dalam pengembangan manusia sebagai spesies. Sebagai tambahan, pandangan ini mengingatkan kita akan pentingnya menghormati, merangkul, dan berkolaborasi dengan budaya-budaya yang berbeda demi menciptakan dunia yang lebih adil dan berkelanjutan.