Dusun Bara, Pagar Alam Yang Abadi

YCMM sebagai mitra program Estungkara berpartisipasi dalam kegiatan Inklusi Day 2023. Aktivitas pertama dalam kegiatan Inklusi Day tahun 2023, dimulai dengan melakukan kunjungan ke 3 lokasi yang telah ditentukan oleh panitia, yaitu Dusun Cindakko, Dusun Bara di Desa Bonto Somba dan Dusun Tanate Bulu yang terletak di wilayah Desa Bonto Manurung, Kabupaten Maros.

Saya ditempatkan di Dusun Bara, Desa Bonto Somba. Perjalanan dimulai dengan mengendarai mobil pickup. Mesin mulai meraung untuk bisa menanjaki jalanan beton yang mendaki disertai beban yang cukup padat di bagian belakang. Setelah beberapa menit kami diturunkan di pangkalan ojek, untuk kemudian melanjutkan perjalanan menggunakan ojek. Pada saat itu saya belum membayangkan seperti apa medan yang akan dilalui menuju Dusun Bara.

Saya mendapat bagian terakhir untuk keberangkatan. Dan saya baru sadar kenapa banyak pengendara ojek menolak saya, ternyata beban penumpang yang berat akan menyulitkan mereka. Jalan mendaki dan menurun, lebar jalan yang memaksa pengendara untuk tidak melakukan kesalahan kecil sedikitpun serta berbatu adalah jalanan yang kami tempuh menuju Dusun Bara. Dalam perjalanan sempat putus rantai dan ban pecah yang kemudian menjadi bagian cerita yang menghiasi cerita masyarakat yang mengunakan jalur tersebut.

Tiga puluh menit lebih di atas motor dengan jalanan kering dan berbatu selalu meninggalkan debu yang beterbangan sepanjang jalan. Sehingga penting untuk selalu menggunakan masker sebagai alat pengaman yang wajib. Meski demikian semua rasa itu terobati ketika kami sampai di Dusun Bara dengan sambutan senyum yang tulus dari masyarakat setempat.

Setelah beristirahat sejenak kami menyaksikan pembuatan gula dari pohon enau, mulai dari proses memasak dan hingga memasukkan cairan gula enau yang telah mengental karena dipanaskan dalam suhu tinggi kedalam cetakan yang terbuat dari batok kelapa yang telah dipersiapkan sebelumnya. Gula enau biasa juga disebut gula semut oleh masyarakat setempat adalah salah satu komoditas lokal yang diperjual belikan selain dari mengolah getah pinus.

Pada malam hari kegiatan dilanjutkan dengan diskusi dengan pemangku adat tentang sejarah kampung, kelembagaan adat, beberapa hal informasi yang kami peroleh adalah bagaiman struktur kelembagaan ada, peran dan kewenangan masing-masing. Dari informasi tersebut tergambar bahwa perempuan memiliki peran yang cukup vital dalam struktur adat di masyarakat Dusun Bara, baik dalam struktur kelembagaan adat maupun dalam pengambilan keputusan di kampung tersebut.

Malam yang gelap, lelah selama perjalanan akhirnya menyudahi pertemuan dengan tokoh adat pada malam itu. Jaringan internet yang tak mampu menjangkau wilayah tersebut memaksa kami untuk tidur lebih awal pada hari pertama.

Keesokan harinya setelah menikmati hidangan kue lokal, kami melanjutkan perjalanan menuju sekolah kolong yang terletak sekitar 1 km dari perkampungan. Disana kami bertemu dengan anak-anak yang sedang belajar. Ada sekitar 40 anak di sekolah kolong. Namanya demikian karena memang mereka belajar di bawah kolong rumah yang tingginya sekitar 2 meter. Disanalah anak anak menghabiskan waktu belajar dari pagi hingga sore hari.
Ada banyak kisah perjuangan yang mengharukan dari proses memulai sekolah ini, tetapi tawa ceria anak-anak menjadi obat bagi guru-guru yang mengajar disana.

Kunjungan ke sekolah adalah rangkaian penutup kegiatan kami selama di Dusun Bara, dan kembali ke pusat Desa Bonto Somba tentunya dengan melewati jalur yang sama.

Selama kunjungan ini, kami mendapat pengalaman berharga dari masyarakat di sana. Kami merasakan totalitas para pendamping mengunjungi tempat dan berinteraksi dengan masyarakat, melihat langsung semangat belajar anak-anak serta ketulusan mengajar para guru, dan tak kalah penting adalah perempuan disana menjadi poros kehidupan, baik ekonomi, sosial dan budaya di masyarakat Dusun Bara sekaligus menjadi pagar kehidupan atas segala aspek kehidupan masyarakat setempat.

Penulis :

Indra Gunawan