Mendengar istilah pembangunan, tidak lepas dengan adanya perubahan. Dalam konteks pembangunan, perubahan yang diharapkan pastinya adalah perubahan yang progresif. Sementara untuk mencapai yang mengimplementasikan inklusi sosial (kesetaraan), maka dibutuhkan sebuah proses. Proses pembangunan di level desa tak lepas dari peran dari berbagai pihak, seperti pemerintah desa, BPD, kelompok Karang Taruna, kelompok tani dan Kelompok Wanita Tani (KWT). Selain itu juga perlu melibatkan kelompok marjinal seperti masyarakat adat agar aspirasi dan kebutuhan semua pihak terakomodir dalam proses pembangunan desa.
Kelompok marjinal menjadi salah satu kelompok yang penting untuk dilibatkan dalam proses pembangunan agar terwujudnya pembangunan inklusif dan berkelanjutan. Pembangunan inklusif, dikutip dari Rauniyar (2010), mengacu pada peningkatan distribusi kesejahteraan dengan peningkatan pencapaian rata-rata. Pembangunan inklusif bukan hanya dicapai secara kuantitatif, tetapi fokus pada kesejahteraan yang merata.
Setiap level masyarakat penting berpartisipasi untuk mendorong distribusi kesejahteraan ekonomi yang berkeadilan dan berkelanjutan. Pembangunan desa yang inklusif diharapkan nantinya mampu memberikan kesejahteraan yang berkeadilan dan merata bagi masyarakat desa. Peran pemuda sebagai penggerak perubahan dengan ide dan gagasannya menjadi aset penting dalam proses pembangunan desa.
“Pemuda tentunya harus memiliki visi dan misi gerakan inklusif dengan mendorong kelompok marjinal di desa untuk ikut serta dalam kegiatan pembangunan,” ujar Reynald, Pendamping Desa dari YCMM.
Paul Kristofel Samangilailai adalah pemuda dari Dusun Nemnemleleu Tengah, Kepulauan Mentawai yang pernah mengenyam pendidikan di Universitas Taman Siswa, Padang. Ia pernah menjadi tenaga honorer di tahun 2020 hingga 2021 sebagai tenaga teknis peternakan. Selama masa kuliah, ia sering melakukan pelayanan di Gereja Solagracia Padang, baik sebagai pelayan musik, singer, khotbah, serta kunjungan orang sakit dan jemaat lainnya di Kota Padang. Ketertarikannya terhadap pelayanan dan pemberdayaan desa dimulai saat ia mulai bergabung bersama YCMM awal tahun 2021 lewat Program Desa Tangguh Bencana (Destana) bersama Charitas Germany.
“Saya belajar banyak hal salah satunya mengenai penting memperhatikan kebutuhan kelompok perempuan, lansia, disabilitas dan anak anak dalam konteks bencana. Bahkan aksesibilitas mereka untuk sampai ke tempat evakuasi saja belum tersedia dengan baik,” cerita Paul.
Lewat peningkatan inklusi sosial di masyarakat adat melalui program SIPAUMAT yang diinisiasi YCMM di desanya, ia kini mulai belajar tentang pentingnya kesetaraan gender. Baginya kesetaraan gender lebih kepada memastikan kaum marjinal terlibat serta dalam setiap pengambilan keputusan untuk pembangunan desa.
“Selain itu juga menjadi upaya untuk mendorong desa lebih bisa mengintensifkan kinerjanya untuk menjangkau masyarakat yang termarjinalkan,” tambahnya.
Pria kelahiran 7 February 1994 ini melihat apa yang di lakukan oleh YCMM dalam mendampingi masyarakat adat di Kepulauan Mentawai dan memastikan kapasitas perangkat desa terlihat jelas perubahannya. Kini ia mulai mengkampanyekan pengarusutamaan GEDSI di kelompok Pemuda Gereja GKPM Nemnemleleu agar para pemuda makin paham bahwa setiap orang memiliki hak yang sama dalam masyarakat.
Ketika awal menyuarakan GEDSI di tingkat pemuda-pemudi Gereja, muncul suara-suara sumbang yang menganggap bahwa yang disampaikan adalah pesan-pesan yang biasa disampaikan aktivis. Namun lambat laun masyarakat mulai melihat yang dilakukannya bersama YCMM telah mampu meningkatkan partisipasi perempuan yang kini mulai berargumen di forum-forum desa. Bahkan beberapa penyandang disabilitas juga mulai berani bersuara.
Awal tahun 2024 ia diminta oleh pemuda dan masyarakat setempat untuk turut serta dalam seleksi pemilihan perangkat desa dan mencalonkan diri sebagai calon Kepala Dusun Nemnemleleu Tengah hingga pada akhirnya ia terpilih.
“Sejak bergabung dengan YCMM dan belajar langsung kegiatan pendampingan yang dilakukan, saya melihat bagaimana kinerja pemerintahan desa. Disitu muncul keinginan untuk bisa masuk dalam pemerintahan sehingga makin banyak hal yang bisa ia lakukan untuk desanya,” cerita Paul.
Sejak ia memimpin di Dusun Nemnemleleu Tengah ia telah memiliki data terpilah tentang perempuan, anak, disabilitas, perempuan kepala Keluarga, masyarakat dengan kerentanan tinggi agar mempermudah identifikasi kebutuhan setiap kelompok, serta dalam penyaluran bantuan.
“Data terpilah yang saya buat memang masih minim dan data ini juga menduplikasi data yang telah dilakukan YCMM di awal program. Data ini memudahkan kami selaku Kepala Dusun dan pemerintah desa untuk memetakan kelompok marjinal, kelompok rentan dalam memastikan bantuan tepat sasaran,” ujarnya.
Menurutnya memastikan inklusi sosial di desanya adalah dengan memastikan tidak ada seorangpun yang tertinggal. Sehingga data terpilah tersebut membantunya dalam mewujudkan hal tersebut.
“Saya ingin dengan peran saya saat ini sebagai kepala dusun bisa melakukan perubahan dan memastikan masyarakat Desa Nemnemleleu menjadi lebih baik dari sebelumnya,” harapnya.
Tarida Hernawati menyebutkan Paul merupakan salah seorang kader muda yang berani dan mampu mengambil posisi sebagai perangkat desa. Harapannya Paul bisa menjadi agen perubahan yang nyata bagi pemuda dan masyarakat Nemnemleleu.
“Paul sebagai orang muda yang berani mengambil posisi dan peran aktif di pemerintahan desa yang bisa memotivasi orang muda lainnya untuk terlibat aktif dalam menciptakan inklusi sosial di tata kelola pemerintahan desa,” ujar Tarida, Program Manager YCMM.