Tradisi Ngakop Ikan dan Kehidupan Berkelanjutan Suku Anak Dalam di Provinsi Jambi

Coba bayangkan sebuah tradisi jaman dahulu, menangkap ikan tanpa menggunakan jaring, tombak, atau alat canggih lainnya. Hanya tangan kosong dan keterampilan yang diwariskan turun-temurun. Inilah Ngakop Ikan, ritual unik dari Suku Anak Dalam Jambi. Di sungai-sungai yang mengalir dalam hutan, mereka berburu ikan dengan cara yang tak pernah berubah sejak nenek moyang mereka. Tak hanya sekadar menangkap ikan, Ngakop Ikan adalah simbol kedekatan mereka dengan alam sambil menjaga ekosistem.

Tangan Injin begitu terampil meraba-raba air yang keruh. Kanal di sekitar perkebunan sawit tersebut telah dialiri air dari air sungai yang berada tak jauh dari lokasi permukiman. Tak sampai sepuluh menit, Tuti berhasil menemukan ikan di tepi kanal.

“Dapat, ko,” seru Injin dari tepi kanal.

Tradisi Ngakop Ikan bukan hanya sekadar kegiatan harian; ini juga merupakan sumber penting protein hewani bagi komunitas. Ikan yang mereka tangkap memainkan peran penting dalam menjaga kesehatan dan kekebalan tubuh. Bagi mereka, kegiatan ini sering dilakukan saat tidak ada pekerjaan lain.

“Kalau tidak ada kegiatan, barulah kami pergi Ngakop Ikan,” jelas Sri Bungo salah seorang komunitas Suku Anak Dalam dari Desa Dwi Karya Bhakti. Hasil tangkapan ikan biasanya dimasak di hutan atau dibawa kembali ke pemukiman untuk dikonsumsi pribadi. Menariknya, mereka tidak menjual hasil tangkapan ini. Semua ikan hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari komunitas Suku Anak Dalam. Hal ini mencerminkan cara hidup yang berkelanjutan dan berorientasi pada komunitas.

Namun, tradisi ini juga menghadapi tantangan. Saat air sungai meluap, menangkap ikan menjadi sulit. Sementara saat air surut, mereka lebih mudah menemukan ikan di dasar sungai. Sri Bungo bercerita bahwa mereka punya cara lain untuk menangkap ikan di kanal-kanal yang kecil. Mereka akan menggunakan akar tuba untuk membuat ikan pusing karena getah yang berasal dari akar tuba.

“Akar tuba dipukul-pukul dengan kayu sampai keluar getahnya, nanti ikan jadi pusing dan mudah ditangkap,” ujarnya Sri Bungo.

Ngakop ikan ini tidak ada waktu tertentu. Kami bisa melakukannya dari pagi sampai petang atau siang sampai sore. Ikan yang kami dapatkan beragam, seperti ikan gabus, buntal, baung, dan limbat,” paparnya.

Suku Anak Dalam memiliki keahlian unik dalam mengenali jenis ikan dan teknik menangkapnya, yang sering kali tidak dimiliki oleh orang luar. Mereka telah mengembangkan cara-cara efektif untuk menangkap ikan hanya dengan tangan, menciptakan hubungan yang erat antara mereka dan lingkungan. Tradisi ini tidak hanya menyoroti keterampilan, tetapi juga kearifan lokal yang berakar dalam pemahaman mendalam tentang ekosistem sungai.

Dalam konteks kelestarian lingkungan, tradisi Ngakop Ikan sangat sejalan dengan prinsip-prinsip perlindungan sumber daya alam. Hal ini diatur dalam Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 tentang perikanan dan Undang-Undang No. 45 Tahun 2009, yang melarang penangkapan ikan menggunakan bahan kimia atau metode merusak lainnya. Dengan teknik Ngakop Ikan, mereka menjaga kelestarian lingkungan, menjadikannya sebagai praktik yang ramah lingkungan.

Penulis :

PUNDI SUMATRA