Hari itu, Sabtu 21 September 2024 di tengah riuhnya perayaan Sarasehan Kebudayaan dan Masyarakat Adat bersama para pasangan calon Bupati Tebo yang sudah mulai memanas di tengah suasana kompetisi pemilu kada di Tebo. Acara yang dikemas dalam bentuk dialog ini menghadirkan seorang perempuan Talang Mamak yang membawakan nyanyian tradisional Talang Mamak dihadapan para peserta yang antusias memenuhi Aula Hotel Alya Tebo tempat acara berlangsung. Di atas panggung itu, seorang perempuan paruh baya dengan senyum tenang duduk sambil memegang gitar gambus. Dialah Tinis, perempuan adat dari Talang Mamak yang telah lama dikenal sebagai penjaga tradisi musik gambus sukunya. Gitar gambus di tangannya tampak lusuh dan tua, penuh dengan bekas goresan waktu, namun dari situlah suara tradisi mengalun, membawa cerita dari masa lalu ke hadapan orang-orang yang menyaksikan.
Dengan perlahan, jari-jari Tinis mulai memetik senar-senar gitar gambusnya, menghasilkan alunan melodi yang khas. Suara lembut namun penuh kedalaman mulai mengalir dari mulutnya, membawakan lirik-lirik asli Talang Mamak yang menyerupai pantun. Lirik-lirik itu tidak hanya sekadar kata-kata, tetapi juga pesan-pesan dari leluhur, yang dinyanyikan turun-temurun oleh masyarakat Talang Mamak. Lagu yang dinyanyikannya mengisahkan tentang hutan, sungai, kehidupan, dan cinta—semua yang melekat erat dalam tradisi dan kehidupan sehari-hari masyarakat adat Talang Mamak.
Diiringi petikan gitar gambusnya yang sederhana namun penuh makna, suara Tinis bergetar pelan tetapi kuat, menyampaikan cerita yang dalam tentang alam dan manusia. Setiap kata yang dilantunkan terasa seperti mantra, mengajak penonton untuk sejenak masuk ke dalam dunia Talang Mamak, merasakan harmoni antara manusia dan alam yang begitu dijaga oleh komunitas ini.
Penonton yang hadir di sarasehan itu terpana. Bagi banyak orang, ini mungkin pertama kalinya mereka mendengar musik tradisional Talang Mamak secara langsung, dan bagi yang lain, ini adalah momen untuk mengenang akar budaya yang kian tergerus oleh modernisasi. Musik Tinis bukan hanya sebuah hiburan, melainkan sebuah penjaga sejarah, yang menjaga agar cerita leluhur dan tradisi tetap hidup di tengah derasnya arus perubahan zaman.
Di akhir lagunya, Tinis menutup dengan pantun terakhir, di mana ia menyampaikan harapan bagi generasi muda Talang Mamak agar tidak melupakan tradisi mereka. “Gitar gambus ini sudah tua,” katanya sambil memandang instrumen di tangannya.
“Tapi suaranya tetap sama, tetap membawa cerita, tetap menjaga jati diri kita. Saya berharap generasi muda bisa terus memainkan gitar ini, menjaga musik kita, karena dari sini kita bisa mendengar suara leluhur kita,” tambahnya.
Setelah Tinis menunduk sedikit sebagai tanda terima kasih, tepuk tangan bergema dari penonton. Bukan hanya sebagai apresiasi terhadap penampilannya, tetapi juga sebagai penghormatan terhadap semangat yang ia bawa. Semangat menjaga dan melestarikan kebudayaan Talang Mamak yang begitu berharga. Tinis, dengan gitar gambus tuanya, telah menunjukkan bahwa meskipun zaman terus berubah, tradisi akan tetap hidup selama ada yang berkomitmen untuk menjaganya.
Siang itu, di panggung sederhana itu, Tinis bukan hanya seorang perempuan yang bermain musik. Dia adalah penjaga tradisi, penyambung cerita masa lalu, dan pengingat akan pentingnya melestarikan budaya di tengah dunia yang terus berubah. Gambus tua di tangannya mungkin lusuh, tetapi kisah yang keluar dari setiap petikan senar dan nyanyian pantunnya akan terus bergema. Tidak hanya di Talang Mamak, tetapi juga di hati mereka yang mendengarkan dengan sepenuh jiwa.