Pelibatan Perempuan Adat Dalam Pengelolaan Hutan Adat

Di Desa Moa, kepemimpinan Bapak Heriyanto sebagai Kepala Desa sejak tahun 2022 membawa perubahan yang signifikan. Khususnya dalam melibatkan perempuan adat dalam proses perencanaan dan pengelolaan desa. Beliau menceritakan bagaimana perempuan memiliki korelasi dan hubungan khusus dalam perencanaan serta pengelolaan desa. Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 114 Tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Desa, setiap desa diwajibkan menetapkan Peraturan Desa tentang rencana kerja untuk tahun 2024.

Pada umumnya, aturan tersebut hanya memfasilitasi penggalian gagasan atau penyerapan aspirasi per-dusun. Namun, di Desa Moa, Heriyanto telah memperjuangkan keterlibatan aktif perempuan dalam proses perencanaan dengan memberikan ruang khusus bagi kelompok perempuan. Beliau telah membentuk forum tersendiri dan menetapkan waktu khusus untuk mereka agar aspirasi dan kebutuhan perempuan bisa diakomodasi secara lebih efektif.

Peran perempuan dalam pengelolaan sumber daya alam juga ditekankan oleh Heriyanto, yang telah membangun komitmen sejak sebelum adanya regulasi Permendagri. Hal ini terus direalisasikan dalam program dan perencanaan desa, terutama melalui program ESTUNGKARA bersama KEMITRAAN Indonesia.

Uchu selaku penduduk asli desa Moa sekaligus fasilitator program ESTUNGKARA mengatakan, Perempuan adat, memiliki peran yang ditentukan oleh zonasi-zonasi kehidupan di desa. Yang selalu berdampingan dengan alam.

Dalam zonasi tersebut, perempuan memiliki peran dalam zona pemukiman (ngata), zona pampa (tempat bercocok tanam pokok rumah tangga), zona bonea (ladang padi), zona wana (aktivitas berburu), dan zona wanang kiki (tempat yang dilarang aktivitas masyarakat).

Mengingat beberapa tahun yang lalu desa Moa baru saja diberikan pengakuan hutan adat sekitar 1400 hektar. Yang mana ini jauh dari angka pengusulan yaitu sekitar 7.700 hektar. Meskipun jauh dari angka pengusulan, tetap menjadi perjuangan bagi kepala desa, masyarakat, pendamping program, dan Karsa Institute.

“Jika melihat dari respons pasca penetapan yang diberikan negara terhadap desa Moa memang suatu kebahagiaan. Tetapi kalau melihat luasannya itu hanya 1400 hektar yang diberikan, kami sebenarnya cukup tidak menerima hasil keputusannya,” ujar Uchu.

Akan tetapi komitmen pemerintah desa, pendamping program, dan Karsa Institute untuk terus berupaya agar dapat membuktikan kepada pemerintah bahwa begitu banyak peran yang dilakukan oleh masyarakat desa Moa dalam menjaga kawasan hutan. Hal ini juga yang nantinya terus berlanjut dalam pembahasan perencanaan yang melibatkan perempuan. Sebagai contoh pada pasca penetapan hutan adat. Di mana berdirinya kelompok usaha yang bertujuan untuk mengelola wilayah hutan adat yang diberikan.

Forum perempuan yang dibentuk dalam program ESTUNGKARA telah memberikan kontribusi besar dalam memperkuat peran perempuan dalam proses perencanaan desa. Perempuan dianggap sebagai pemikir dan perasa yang memperhatikan aspek-aspek yang sering kali terabaikan oleh laki-laki. Contoh dari forum perempuan tersebut adalah ketika mereka mengadvokasi perbaikan akses jalan dari desa ke ibu kota kecamatan, yang sering kali dianggap sepele oleh pihak lain.

Selain itu, forum perempuan juga telah melakukan advokasi terkait kepentingan ketahanan pangan. Desa Moa diminta untuk mengalokasikan dana desa untuk memperkuat ketahanan pangan, termasuk melalui pemanfaatan kearifan lokal seperti Pampa.

Tantangan terbesar yang dihadapi adalah adopsi pertanian modern oleh masyarakat adat, yang belum sepenuhnya sesuai dengan kearifan lokal. Hal ini dapat mengurangi peran perempuan dalam pengelolaan sumber daya alam, yang sebelumnya dimiliki dan dipegang erat oleh perempuan. Oleh karena itu, perlunya pembentukan peraturan desa yang melindungi wilayah-wilayah dengan kearifan lokal tertentu, seperti Pampa.

Melalui kerja sama dengan Karsa Institute, Desa Moa telah memfasilitasi pembentukan kelompok usaha, terutama yang melibatkan perempuan. Ini membuka peluang bagi perempuan untuk terlibat lebih aktif dalam pengembangan ekonomi lokal. Selain itu, melalui pengelolaan hutan adat, perempuan dapat turut menyusun dan mendokumentasikan kearifan lokal mereka.

Tidak hanya itu, Karsa Institute juga telah memfasilitasi inklusi kelompok disabilitas dalam tim pengelola kegiatan desa. Meskipun masih menghadapi tantangan dalam dianggap sebagai kelompok objek, langkah ini menunjukkan komitmen untuk melibatkan semua lapisan masyarakat dalam proses pembangunan desa.

Dengan demikian, Desa Moa di bawah kepemimpinan Bapak Heriyanto telah menunjukkan komitmen yang kuat dalam membangun desa yang inklusif dan berkelanjutan. Dengan memperkuat peran perempuan dan mempertahankan kearifan lokal sebagai aset berharga dalam pengelolaan sumber daya alam dan pembangunan desa.

*Artikel ini ditulis oleh: Fiky Yudhistira_Mahasiswa Magang ESTUNGKARA_FISIPOL UGM 2023

Penulis :

Melia