Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Hukum Indonesia

Pada tahun-tahun terkini, Indonesia telah mengalami perkembangan signifikan terkait dengan undang-undang dan regulasi, termasuk dalam ranah hukum pidana. Dalam konteks ini, penting untuk mengkaji dan menganalisis perubahan atau perkembangan yang berkaitan dengan dua hak asasi manusia utama, yaitu kebebasan berekspresi dan kebebasan beragama atau berkeyakinan.

Dalam beberapa tahun terakhir, terjadi dinamika perubahan dalam regulasi yang berkaitan dengan kebebasan berekspresi di Indonesia. Beberapa amendemen dan undang-undang baru mencerminkan semangat demokratisasi, tetapi juga menimbulkan tantangan terkait dengan batasan-batasan yang diterapkan pada hak ini.

Pada satu sisi, perubahan tersebut memberikan ruang lebih besar bagi masyarakat untuk menyuarakan pendapat dan mengkritik pemerintah. Di sisi lain, pengaturan ketat tetap diperlukan untuk melindungi nilai-nilai moral, keamanan nasional, dan hak-hak individu lainnya. Meskipun begitu, kejelasan mengenai batasan-batasan tersebut perlu diperjelas agar tidak menimbulkan ambiguitas yang bisa disalahgunakan oleh pihak yang berwenang.

“Ada 72 kasus terkait KHUP dalam kurun waktu tahun 2010 sampai 2021. Kasus-kasus tersebut terdiri dari 61 kasus penghinaan terhadap kekuasaan dan 11 lainnya merupakan kasus ujaran kebencian terkait identitas,” jelas Mohammad Iqbal Ahnaf, dari CRCS UGM.

Perkembangan terbaru dalam regulasi kebebasan beragama atau berkeyakinan di Indonesia mencerminkan komitmen untuk melindungi hak asasi manusia. Kebebasan beragama atau berkeyakinan dijamin oleh konstitusi, dan ada upaya untuk mengintegrasikan nilai-nilai pluralisme dalam kerangka hukum.

Namun, beberapa isu yang masih mengemuka termasuk perlindungan terhadap minoritas agama dan penanganan kasus intoleransi agama. Hukuman terhadap pelaku tindakan intoleransi perlu diperketat, dan sistem peradilan harus mampu memberikan keadilan tanpa memandang agama atau keyakinan tertentu.

“Kebebasan berekspresi adalah salah satu yang paling terdampak dari konteks politik hukum manipulatif yang dominan hari-hari ini. KUHP membuka ruang untuk potensi manipulatif lebih sistematis. Kita jangan mudah terjebak dalam narasi politik ujaran kebencian, sebab kita tidak ingin mengulang kejadian dia tahun 2014,” ujar Herlambang P. Wiratman, Dosen Hukum dari UGM.

Dalam menerapkan hukum pidana yang baru terkait dengan kebebasan berekspresi dan kebebasan beragama, tantangan utama melibatkan penegakan yang adil dan proporsional. Perlu ada keseimbangan antara melindungi masyarakat dari ancaman keamanan dan memastikan hak asasi manusia tetap terjaga.

“Penting untuk membedakan apa yang termasuk ekspresi kritik terhadap status quo kekuasaan dan apa yang termasuk hasutan kebencian. Bagaimana pasal ujaran kebencian yang tujuan melindungi kelompok rentan, justru menimbulkan pembatasan-pembatasan terhadap hak-hak mereka,” tambah Johanna Poerba, Institute for Criminal Justice Reform.

Selain itu, edukasi masyarakat tentang hak dan kewajiban mereka dalam konteks ini juga menjadi kunci. Peningkatan kesadaran akan kebebasan dan tanggung jawab bersama dapat membantu mencegah penyalahgunaan dan meningkatkan pemahaman tentang pluralisme dan toleransi.

“Media sosial justru memberi rewards pada orang-orang yang menimbulkan konflik keramaian. Algoritma itu sebenarnya biasa saja, tetapi ia diframing menjadi suatu yang sangat menakutkan. Walaupun juga memang sering dimanfaatkan,” jelas Leonard C. Epafras dari ICRS.

Perkembangan hukum pidana terbaru di Indonesia mencerminkan upaya untuk memajukan demokrasi dan melindungi hak asasi manusia, termasuk kebebasan berekspresi dan kebebasan beragama atau berkeyakinan. Namun, tantangan implementasi dan penegakan hukum yang adil tetap menjadi fokus perhatian.

Penting untuk terus mendorong dialog dan diskusi terbuka antara pemerintah, masyarakat sipil, dan pemangku kepentingan lainnya guna memastikan bahwa perkembangan hukum selaras dengan nilai-nilai demokrasi, pluralisme, dan hak asasi manusia. Dengan demikian, Indonesia dapat membangun fondasi hukum yang kuat untuk mendukung masyarakat yang inklusif dan berkeadilan.

Penulis :

Yael Stefany