Organic Fertilizer Training for the Wanggameti Indigenous Community

Senin, 13 April 2024, LBL mengadakan pelatihan pembuatan pupuk organik bagi komunitas masyarakat adat di Desa Wanggameti, Kecamatan Matawai Lapau, Kabupaten Sumba Timur, NTT. Pelatihan ini dilaksanakan di kebun milik Bapak Jhon Kembi untuk memungkinkan peserta langsung mempraktikkan ilmu yang diperoleh di lokasi.

Pelatihan ini dihadiri oleh 10 orang perwakilan masyarakat adat Wanggameti. Dengan materi yang disampaikan oleh dua pelatih dari Lembaga Koppesda Sumba, yakni Yohanis H. Meha dan Ignasius U. Ana Bolu. Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan kepada masyarakat adat Wanggameti tentang pengolahan bahan lokal. Seperti dedaunan menjadi pupuk organik demi meningkatkan kesuburan tanah di lahan pertanian mereka.

So far, people have tended to use chemical fertilizers which can damage soil nutrients if used continuously. Therefore, LBL seeks to encourage the use of local materials that are environmentally friendly and cheaper through this training.

Erik Nggaya Maramba, fasilitator masyarakat adat Wanggameti, menekankan bahwa pupuk organik dapat membantu memulihkan kesuburan tanah yang telah terdegradasi oleh penggunaan pupuk kimia. Ia berharap masyarakat dapat melihat manfaat besar dari pupuk organik dan mulai beralih dari penggunaan pupuk kimia yang merusak.

Narasumber Ignasius U. R. Anabuni menjelaskan bahwa pupuk adalah unsur hara tambahan yang diberikan pada tanah atau disemprotkan pada daun. Agar tanaman tumbuh dengan baik dan menghasilkan panen yang melimpah. Ia juga menekankan pentingnya penggunaan pupuk organik, terutama di tanah yang kurang subur. Bahan-bahan lokal untuk pembuatan pupuk organik, seperti gula merah atau gula pasir, EM4, daun-daunan seperti daun gamal, kaliandra, daun lontoro, daun taikabala, dan dedak jerami, mudah dijangkau dan murah harganya dibandingkan dengan pupuk kimia.

Proses pembuatan pupuk organik yang dijelaskan oleh Ignasius melibatkan langkah-langkah sederhana. Bahan-bahan dasar seperti dedaunan dicampur dengan gula merah, EM4, dan air secukupnya, kemudian diaduk merata dan disimpan dalam terpal untuk proses fermentasi selama kurang lebih tiga minggu. Setelah itu, pupuk siap digunakan untuk tanaman pangan dan hortikultura.
After delivering basic material, the training continues with direct practice. Participants are invited to collect basic ingredients, mix them, and start the fermentation process according to the resource person's directions.

Mr Jhon Kembi, one of the training participants, expressed his gratitude to LBL and resource persons from the Koppesda Foundation. He expressed his joy because this training provided new knowledge that was very useful and easy to apply. He promised to adopt this technology for making organic fertilizer in his group and in their respective gardens.

This training not only provides technical knowledge but also opens people's insight into the importance of maintaining soil fertility in a sustainable manner. By using local materials around them, the people of Wangga Meti Village are expected to be able to increase their agricultural productivity without damaging the environment. This activity is a significant first step in efforts to educate and encourage positive change among local indigenous communities.

*This article was written by: Bumi Lestari Institute

Writer :

Yael Stefany