Pengetahuan lokal mencakup pengetahuan tentang ekosistem lokal, yang telah dipelajari dan diwariskan secara turun-temurun. Masyarakat adat sering kali memiliki pemahaman yang mendalam tentang cara-cara berkelanjutan dalam memanfaatkan sumber daya alam. Seperti, pertanian berbasis keanekaragaman hayati, pengelolaan hutan yang lestari, dan praktik-praktik ramah lingkungan lainnya.
Selain itu, pengetahuan lokal juga mencakup pola-pola adaptasi terhadap perubahan iklim yang telah teruji sepanjang waktu. Penyesuaian tradisional terhadap cuaca ekstrem, banjir, kekeringan, atau pergeseran musim menunjukkan bahwa masyarakat lokal telah mengembangkan strategi yang efektif untuk bertahan hidup dan menjaga keberlangsungan lingkungan mereka.
Salah satunya tradisi pengetahuan lokal yang masih ada sampai sekarang yaitu, Sasi di Maluku. Masyarakat Adat Maluku masih konsisten mewariskan budaya yang telah menjadi penjaga lingkungan sejak berabad-abad yang lalu. Tradisi Sasi, menunjukkan bagaimana kearifan lokal dapat menjadi tonggak dalam pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan.
Keberadaan aturan sasi membantu masyarakat dalam mengelola dan menjaga sumber daya di sekitarnya. Sehingga, dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. Pun, sasi memiliki nilai budaya dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya secara berkelanjutan oleh masyarakat. Berdasarkan pengetahuan lokal yang diturunkan dari generasi ke generasi, bertujuan agar ketersediaan sumber daya dapat terus dimanfaatkan oleh generasi selanjutnya.
Sasi berasal dari kata “sanksi” yang artinya larangan. Larangan yang terkandung dalam sasi adalah pemanfaatan sumber daya alam di darat dan di laut dalam jangka waktu tertentu. Ini, bertujuan untuk pemenuhan kepentingan ekonomi masyarakat. Selain itu, sasi dapat didefinisikan sebagai larangan dalam mengambil ataupun merusak sumber daya alam dalam jangka waktu tertentu, untuk kelestarian sumber daya alam.
Sasi memiliki aturan, tata cara pelaksanaan, pemanfaatan, dan pemeliharaan dan pengawasan dalam menjaga keseimbangan lingkungan dan sumber daya alam. Tradisi ini merupakan hukum adat yang mengajarkan bagaimana manusia mempertahankan kelangsungan hidup. Tidak menggunakan sumber daya alam secara berlebihan untuk menciptakan keseimbangan alam. Sasi memiliki norma dan aturan dalam cara, kebiasaan, tata kelakuan yang di dalamnya terdapat unsur etika dan norma.
Adat istiadat-Sasi adalah asal budaya Maluku yang diwariskan oleh nenek moyang Maluku sejak berabad-abad lalu. Seiring perkembangan zaman, Sasi masih dilestarikan oleh rakyat di negeri raja-raja ini. Awalnya, kebiasaan Sasi dilakukan oleh raja-raja Maluku di era pra-kemerdekaan. Sistem sasi ini meluas sampai ke wilayah Papua Barat.
Dalam pelaksanaan sasi diperlukan berbagai pihak dalam mengelola sistem sasi ini. Terdapat lembaga adat yang memiliki wewenang dalam pelaksanaan sistem sasi ini. Dimulai dari Saniri Negeri merupakan lembaga adat yang memiliki wewenang dalam menetapkan suatu keputusan dan melakukan pengawasan terhadap keputusan yang akan dibuat. Kemudian saniri negeri membantu raja dalam memberikan keputusan.
Raja berperan sebagai kepala pemerintahan negeri atau pimpinan lembaga adat. Raja juga memiliki wewenang dalam menentukan pelaksanaan buka dan tutup sasi. Selain dibantu saniri, raja juga dibantu oleh sekretaris negeri yang memiliki fungsi dalam administrasi pemerintahan.
Sasi adalah untuk perlindungan sumber daya alam terhadap produk lola, teripang atau kopra, di darat atau di laut. Sasi yang berlaku dimasyarakat berguna untuk menjaga kualitas dan menjaga populasi sumber daya hayati.
Tradisi ini juga bisa diartikan sebagai tradisi yang dilakukan oleh masyarakat dengan tujuan utama menjaga keberlanjutan sumber daya. Jika Sasi telah diterapkan oleh masyarakat maka dampaknya adalah masyarakat tidak akan berani untuk melanggar peraturan tersebut. Sehingga, sistem ini sangat tepat digunakan sebagai sarana mengelola sumber daya alam baik di darat maupun di laut.
Dalam pelaksanaan sasi dibuat berdasarkan pengetahuan masyarakat tentang waktu atau periode tertentu. Ini agar mengetahui kapan suatu sumber daya dapat dipanen sehingga siklus hidup suatu organisme tidak terganggu. Dalam pelaksanaan sasi terdapat istilah buka sasi dan tutup sasi. Buka sasi adalah waktu di mana masyarakat diperbolehkan untuk mengambil sumber daya yang sedang dilakukan sasi. Sedangkan, tutup sasi merupakan waktu di mana masyarakat tidak boleh mengambil sumber daya yang ada.
Batas wilayah dalam pelaksanaan sasi biasanya dilakukan dengan cara menarik garis lurus ke arah laut dari pantai hingga batas tepi terumbu karang. Batas tepi terdiri dari ekosistem terumbu karang. Di mana ekosistem ini memiliki fungsi dalam perkembangbiakan biota laut dan tempat mencari makan biota laut. Maka dari itu batas ini dibedakan agar masyarakat mengetahui mana batas yang boleh dimanfaatkan dan mana wilayah yang dilarang.
Praktik sasi biasanya menggunakan tongkat kayu yang dililit oleh daun kelapa muda atau biasa disebut dengan janur. Kemudian, ditancapkan pada lokasi wilayah sasi, menandakan di mana masyarakat tidak boleh mengambil bahkan melakukan aktivitas apa pun yang dapat mengganggu biota di dalamnya.
Jika masyarakat melakukan pelanggaran pada peraturan sasi yang telah ditetapkan maka akan diberikan sanksi. Pelanggaran sasi memiliki beberapa sanksi. Pelanggaran sasi umum (hawear), akan dikenakan denda berat, sedang atau ringan. Sanksi akan ditentukan dan dipertimbangkan dalam Dewan Adat setempat (seniri).
Pertama adalah sanksi sosial di mana akan terjadi perang jika ada pelanggaran sasi oleh pihak lain. Yang kedua adalah sanksi para leluhur. Sanksi kedua ini kerap ditakuti sehingga mereka tidak akan berani menghancurkan sasi meskipun tidak ada yang melihatnya. Sedangkan bentuk hukuman lain akan disesuaikan dengan pertimbangan pertemuan Bea Cukai Dewan.
Hukum dan aturan yang ada di dalam sasi menggunakan kearifan lokal dari orang Maluku Tenggara. Kebiasaan dan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat inilah yang menjadi dasar aturan perilaku anggota masyarakat. Hal ini dapat merugikan masyarakat jika kekayaan adat dan budaya di kepulauan Indonesia tidak dipelihara dan dikembangkan.
Dari penjelasan di atas sekaligus menunjukkan bahwa kearifan lokal juga mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam. Ketika masyarakat lokal memiliki kontrol atas kebijakan dan praktik pengelolaan sumber daya alam di wilayah mereka, maka cenderung lebih berkomitmen untuk melindungi dan menjaga lingkungan. Pendekatan ini mempromosikan pembangunan berkelanjutan yang memperhitungkan kebutuhan ekologi, sosial, dan ekonomi dari suatu daerah.
Selain manfaat praktisnya, pengetahuan lokal juga penting untuk menjaga kesinambungan budaya dan identitas lokal. Pengetahuan lokal yang diintegrasikan dalam upaya pengelolaan lingkungan, tidak hanya membantu mempertahankan keberlanjutan alam, tetapi juga memperkuat kebanggaan dan kesejahteraan masyarakat lokal.
*Beberapa sumber diambil dari Jurnal Ekologi, Masyarakat dan Sains Vol.2, No.1, 2021